KedaiPena.Com – Akhir Mei lalu, digelar Renungan Budaya dalam rangka memeringati Hari Pendidikan dan Kebangkitan Nasional di Balai Budaya Jakarta.
Hadir dalam acara tersebut budayawan Slamet Rahardjo, pengajar ‎filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Mudji Sutrisno, Pembina Dewantara Centre Jendral TNI Purnawirawan Tyasno Sudarto, Ketua Dewantara Center Syahnagra Ismail serta sejumlah budayawan dan seniman.
Aktor dan seniman Slamet Rahardjo Djarot menyampaikan bahwa bangsa ini membutuhkan pemimpin dan rakyat dengan aura pemenang, bukan pecundang.
Hanya pribadi pemenang yang mampu berbicara dengan cinta, mengasihi sesama, Pemenanglah yang mampu memerdekakan diri dan merobohkan sekat-sekat, seperti pernah dilakukan Ki Hajar Dewantara.
Kata-kata bijak hanya bisa dikatakan dan dihayati oleh pribadi yang punya aura pemenang. Seperti ajaran Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani, itu adalah ajaran tiga dalam satu, tidak bisa dipisahkan. Di depan memberi suri tauladan.
Di tengah menggugah atau membangkitkan. Di belakang memberi dorongan. Menjadi lucu jika semboyan Kementerian Pendidikan dan ‎Kebudayaan hanya tut wuri handayani saja. (dulu semboyan dicanangkan saat bernama Kementerian Pendidikan Nasional).
“Lalu apakah yang dilakukan Mendikbud hanya tut wuri? Hanya para pemenang yang mampu memahami tiga dalam satu itu, ajaran Ki Hajar. Sebenarnya memang di dalam tubuh kita itulah bersemaayan tiga dalam satu itu,” kata Slamet.
Ia lantas menceritakan bagaimana Ki Hajar sewaktu kecil mampu merobohkan sekat-sekat di sekolah yang membatasi dan tidak memerdekakan.
Pemenang selalu menjadi bagian dari jawaban. Pecundang selalu menjadi bagian dari masalah. Hanya orang bodoh yang punya masalah. Hanya orang kerdil pikiran yang membuat masalah menjadi keributan. Hanya orang arif yang bisa menyelesaikan masalah, menaikkan derajatnya, karena masalah itu sebenarnya bukan masalah. Masalah adalah masa yang kita perlukan untuk mengetahui rahasia Tuhan.
Pemenang selalu punya program, pecundang punya kambing hitam. Pemenang selalu berkata, biarkan saya yang kerjakan untuk Anda, pecundang berkata itu bukan pekerjaan saya. Pemenang berkata, itu sulit tapi mungkin bisa. Pecundang berkata, itu bisa tapi mungkin terlalu sulit. “Eh itu bukan kata-kata saya lho. Saya menemukannya dalam satu buku kecil. Eh kok bagus, he-he,” ujar Slamet.
(Prw/Ist)