KedaiPena.Com – Selama penanganan wabah Corona atau Covid-19 pemerintah membuat keputusan hingga kebijakan yang terkesan tidak satu suara. Hal ini pun dinilai membuat masyarakat bingung.
Teranyar, ialah perbedaan kebijakan antara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dengan Ketua Satuan Gugus Tugas Penanganan Corona Doni Monardo terkait penerapan larangan mudik 2020.
Menhub mengatakan, angkutan umum darat, udara, laut, dan kereta api masih diizinkan beroperasi. Hal itu berbanding terbalik dengan apa yang telah diputuskan oleh pemerintah yakni larangan untuk angkutan umum beroperasi hingga Juni.
Beruntung, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Kepala BNBP, Doni Monardo menegaskan bahwa mudik tetap dilarang dan tidak ada kelonggaran.
Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Popular Survei (IPS) Teguh Hidayatul Rachmad menilai, apa yang disampaikan oleh Menhub Budi Karya dapat menyembabkan multiinterpretasi yang berujung multitafsir tanda.
“Kesan terhadap kebijakan tidak satu pintu yang diinterpretasikan oleh masyarakat yang akhirnya menimbulkan multitafsir tanda,” tegas Teguh kepada KedaiPena.Com, Jumat, (8/5/2020).
Tidak hanya itu, kata Teguh, ketidakompakkan dengan perbedaan kebijakan yang ditujukan oleh pemerintah semakin memperlihatkan lemahnya koordinasi antara satu lembaga dengan lembaga lainya.
“Adanya kelonggoran mudik bagi warga yang memenuhi syarat-syarat yang diberlakukan oleh pemerintah. Semakin banyak dan tumbuhnya virus Covid-19,” papar Teguh.
Terkait dengan apa yang disampaikan oleh Menhub, Teguh memandang, bahwa Budi Karya Sumadi ingin menujukkan kuasa akan jabatannya dengan memberikan solusi atas penanganan Covid-19.
“Setelah menhub sembuh dari Covid-19 kemudian memunculkan policy baru tentang moda transportasi yang kontroversial. Saya melihatnya bukan pada pesan yang disampaikan, namun pada kuasa atau legitimasi Budi Karya Sumadi sebagai Menhub masih harus diperhitungkan oleh masyarakat Indonesia,” tandas Teguh.
Laporan: Muhammad Hafidh