Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Energi.
Menurunnya harga minyak mentah jelas merupakan petaka bagi bagi APBN, mengapa? karena adanya pendapatan negara dari bagi hasil minyak mentah baik minyak mentah yang dijual di dalam negeri maupun ke luar negeri. Setiap barel penjualan minyak hasil produksi nasional dibagikan kepada negara melalui skema cost recovery dan gross split. kalau harga minyak seperti sekarang ini maka bagian negara tinggal secuil.
Apalagi penurunan harga minyak diikuti dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap USD, maka secara nominal bagian negara dalam rupiah tinggal seupil. Selama ini besaran bagi hasil migas kepada negara mengandalkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD. Makin lemah nilai tukar rupiah maka akan menimbulkan angka setoran bagi hasil migas yang besar.
Hal ini juga berlaku bagi perusahaan batubara yang diperjual belikan dalam Dolar Amerika baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Para pengusaha batubara tentu berdoa setiap hari agar nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah. Sehingga setoran mereka pajak ekspor batubara akan tampak membesar. Walaupun sebenarnya secara riel mengecil. Hal ini juga menjadi harapan perusahaan minyak.
Agak berbeda harapan perusahaan batubara dalam hal harga batubara yang riel. Mereka perusahaan batubara berharap harga batubara yang mereka perdagangkan berada di bawah Harga Batubara Acuan (HBA). Jika ini terjadi maka mereka tidak perlu membayar pajak pada negara. Misal harga batubara yang dijual ke China harganya 40 dolar per ton atau di bawah HBA maka mereka tdak perlu bayar pajak ekspor.
Sedangkan perusahaan minyak seperti Pertamina tentu berharap harga minyak tinggi, kalau bisa berada di atas 100 dollar per barel. Karena dengan harga yang tinggi maka akan ada beberapa dampak pada Pertamina diantaranya; – pendapatan hulu Pertamina naik, – minat invetasi minyak di hulu meningkat baik ekplorasi maupun eksploitasi migas. dan.- surat utang atau global bond perusahaan hulu migas termasuk Pertamina bisa laku keras.
Namun kalau harga minyak rendah atau terus menurun seperti sekarang ini, maka tidak ada harapan lagi para investor menanamkan uanya di Pertamina. Ditambah lagi surat utang Pertamina hulu tidak akan laku dan tidak ada lembaga keuangan atau bank yang mau membiayai hulu. Maka ini bisa berujung pada kebangkrutan.
Lebih gawat lagi kalau masyarakat tau bahwa harga minyak mentah anjlok, maka akan meluas tuntutan demo menuntut harga BBM diturunkan. Ditambah lagi makin kuat alasan swasta nasional lainya menuntut agar diperbolehkan impor minyak sendiri dikarenakan di pasar internasional harga BBM sangat rendah, sementara Pertamina di dalam negeri menjualnya lebih mahal.
Itulah mengapa harga minyak rendah dan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap USD akan membahayakan APBN dan merusak kantong Pertamina. Makin banyak masalah yang akan dhadapi diantaranya yang paling berat adalah Pemerintah dan Pertamina bisa gagal bayar utang. Jadi apa nih yang bisa dilakukan agar ini bisa selamat sampai tahun depan?
[***]