Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Energi.
Tadinya negara punya uang banyak, tidak ada utang, dan tidak mengenal konsep negara berutang kecuali utang yang diwariskan oleh Belanda. Itu merupakan konsekuensi karena pemerintah menerima hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) Tapi utang itu sudah dihapus oleh Sukarno. Pemerintah menolak membayar utang itu.
Pada masa pemerintahan Suharto Indonesia membuka diri dengan barat. Membuka diri salah satunya adalah negara mengambil utang sedikit-sedikit kepada lembaga multilateral dan ada utang bilateral. Tapi tidak terlalu besar. Pemeirntah Kata Pak Harto Presiden Ke 2 RI, semua utang negara yang dipersoalkan banyak orang saat itu bisa diatasi dengan keuntungan BUMN.
Utang negara membengkak karena piutang negara diubah menjadi utang. Saat krisis 1996/1998 pemerintah memberikan Kredit Liquditas dan Bantuan Liquiditas kepada bank bank yang bangkrut. Pemerintah menugaskan Bank Indonesia (BI) melakukan hal itu. BI sebenarnya merupakan bagian dari pemerintah. Uang BI adalah uang pemerintah.
Maka karena negara atau pemerintah memberikan uang begitu banyak kepada bank bank, maka seharusnya itu menjadi piutang negara kepada bank semuanya. Jadi semua bank itu milik negara. Karena semua uangnya bank bank adalah punya negara. Baik bank yang bangkrut maupun bank yang masih hidup kaya sampai hari ini.
Tapi negara atau pemerintah memang sedang sial, saat itu dilakukanlah amandemen UUD 1945. Amandemen mengubah segalanya tentang uang, keuangan dan siapa yang berkuasa atas uang. Amandemen itu pada intinya adalah memindahkan kekuasaan negara atas uang kepada swasta. Seluruh kekuasaan dipindahkan. Kekuasaan atas aset, kekuasaan atas uang dan kekuasaan atas keuangan dan moneter semuanya.
Bagaimana caranya amandemen UUD 1945 mentrasfer kekuasaan ke swasta? Yakni dengan mengubah status bank Indonesia (BI) yang tadinya punya negara menjadi bukan punya negara. Tadinya di bawah pemerintah dan atas perintah pemerintah menjadi tidak di bawah pemerintah dan tidak diperintah oleh pemerintah. Demikian juga bank juga bank bank berada di bawah BI, dan pemerintah tidak lagi dapat mengintervensi bank bank. Padahal bank bank telah diberi dana KLBI/BLBI Rp630,13 triliun. Jumlah yang sangat besar enam kali ukuran APBN saat itu.
Amandemen UUD 1945 bukan saja mengubah norma akan tetapi memindahkan uang sangat besar kepada swasta dan memindahkan kekuasaan sangat besar kepada swasta dalam hal ini adalah bank Indonesia dan bank bank. Bayangkanlah lembaga swasta memiliki kekuasaan atas uang sementara pemerintah amsyong alias tidak punya kuasa.
Nah bagaimana nasib negara dan pemerintah? Mendapatkan sial tiga kali sekaligus, yakni hilang uang melalui BLBI dan KLBI, hilang kekuasaan melalui amandemen UUD 1945 dan hilang aset melalui amandemen semua pasal yang berkaitan dengan uang, aset negara seperti UU mata uang dan lalu lintas devisa UU BUMN, dll.
Tapi ada yang paling super sial bin sial yakni berubahnya piutang negara menjadi utang negara atau utang pemerintah. Tadi nya negara punya piutang di bank bank enam kali ukuran APBN, malah menjadi punya utang kepada BI dalam ukuran yang sama. Sampai sekarang sekitar 80-100 triliun rupiah bunga BLBI harus ditanggung pemerintah. Kata Papin Bosang Orang Sumbawa NTB Celaka Orang Bodoh!
[***]