KedaiPena.Com – Mendiang Ibu saya adalah sosok pekerja kantoran. Rutinitas ibu dan ayah di hari kerja tentu membuat kualitas perjumpaan dengan kami anak-anaknya, sangat terbatas.
Kami pun menjadi terbiasa mengerjakan tugas sekolah dan membereskan kamar sendiri, intinya belajar mandiri.
Namun, ibu masih meluangkan waktu untuk mengarahkan asisten rumah tangga kami, mulai dari menyiapkan uang belanja, menu makanan, dan memastikan rumah bersih dan terawat.
Di akhir pekan, ibu menyempatkan ke pasar dan memasak ‘besar’ untuk kami. Tak jarang ibu dan ayah mengajak berlibur bahkan rela menempuh perjalanan hingga ke Anyer hanya untuk makan siang bersama.
Kini, saya adalah seorang ibu (dan juga pekerja kantoran), baru menyadari bahwa beban dan peran Ibu sangat luar biasa.
Yakinlah, manajemen rumah tangga bukanlah hal mudah dan rentan terhadap stres dan kesehatan mental bagi seorang ibu.
Tanggung jawab untuk memastikan semua urusan rumah tangga terselesaikan seringkali lebih melelahkan daripada mengerjakan pekerjaan fisik.
Mental load adalah beban mental yang diemban para Ibu.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lucia Ciciolla, psikolog dari Oklahoma State University, 9 dari 10 perempuan merasa mereka adalah penanggung jawab tunggal atas urusan rumah tangga.
Dan beban ini membuat mereka merasa overwhelmed, kelelahan, dan tak punya waktu untuk diri sendiri.
Akibatnya, mental load memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental para ibu, seperti memicu stres dan kecemasan, kepala berat dan kehilangan fokus, ketidakseimbangan kehidupan, kesehatan fisik dan mental menurun dan kualitas hubungan menurun.
Orissa Rinjani, Educational Psychologist pada acara Peluncuran Kampanye Transpulmin ‘Kembali ke Sentuhan Hangat’ beberapa waktu itu menyampaikan beberapa tips untuk meringankan mental load Ibu, sekaligus meningkatkan kedekatan dengan anak:
1. Bangun rutinitas
Sarapan bersama atau makan malam bersama. Manfaatkan kesempatan untuk bercerita tentang rencana atau apa yang terjadi hari ini. Jadilah teman buat anak-anak hingga mereka tidak sungkan bercerita tentang apapun.
2. Tetapkan gadget free zone
Lepaskan gawai saat makan bersama. Tanpa disadari, berbicara tatap muka dan melihat mimik lawan bicara, adalah salah satu bentuk syukur atas rezeki Tuhan, dan apresiasi bagi mereka yang memasak.
3. Bermain bersama atau hang out bareng
Saat anak masih kecil, kita dapat melakukan aktivitas fisik bersama untuk melatih stimuli: bermain layang-layang, mengajak bermain ke tempat rekreasi untuk bersenang-senang. Jelang remaja, mereka rentan stres karena aktivitas di sekolah, sehingga mereka membutuhkan sosok yang nyaman untuk berdiskusi atau bercerita. Ketika mereka semakin dewasa, interaksi bersama bisa diciptakan dengan menonton film bersama atau ke café.
4. Ciptakan ritual keluarga
Beribadah bersama, kecupan perpisahan/perjumpaan, menciptakan sehari berbahasa Inggris, atau membiasakan anak untuk menggunakan kata ajaib: maaf, tolong dan terima kasih, merupakan ritual yang dijamin bakal dikenal dan bisa jadi diturunkan ke penerus mereka. Ritual ini menjadi pengikat dan pengingat bahwa kita merupakan satu keluarga dan anggotanya wajib menjaga keharmonisan.
5. The power of Mom’s touch
Bisa dilakukan melalui hal-hal seperti kecupan di kening, membelai rambut, menepuk bahu saat berpisah atau berpelukan erat.
Laporan: Ranny Supusepa