KedaiPena.Com – Muram atau tidaknya wajah ekonomi Indonesia di tahun 2020 dapat dilihat dari penanganan Covid-19 yang terus melanda.
Demikian disampaikan anggota Komisi Keuangan DPR RI, M. Najib Qodratullah kepada Kedai Pena, ditulis Jumat (1/1/2021).
“Kita lihat penanganan Covid-19. Kalau terus gagal, penanganannya harus sentralistik, jangan otonom, kalau tidak PSBB tidak selesai-selesai,” ujar Najib.
Apalagi, dalam konteks perdagangan, kebanyakan orang Indonesia penganut mazhab lama. Tidak bisa dipaksa pakai pola ‘online’.
“Pola ‘online’ merupakan kultur baru. Orang kita gak bisa dipaksa pola itu. Apalagi kalau kita pakai pendekatan agama, harus ada akad, melihat barang, jadi kebanyakan harus ‘offline’,” lanjut Najib.
Hal tersebut berbanding lurus dengan jaringan komunikasi di Indonesia yang tidak merata antar daerah.
“Persis seperti kesenjangan ekonomi. Tidak merata dari Sabang hingga Merauke. Jadi akan sulit (pertumbuhan ekonomi ‘online’),” imbuhnya.
Di sisi lain, Najib menjelaskan, cadangan sektor keuangan di APBN lemah. Penerimaan negara merosot, diperburuk dengan faktor non formal. Sebut saja faktor politik dan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah.
“Fiskal kita tidak lagi terencana, semua ‘accidental’. Terjadi kepanikan ketika mengambil kebijakan,” sambung legislator asal Jawa Barat ini.
Ia lalu mencontohkan saat Pemerintah buru-buru membeli vaksin Covid-19. Ternyata vaksin itu belum lulus uji klinis BPPOM.
“Kok bisa beli, bukan uji klinis. Dan kalau vaksin ini jadi, maka bisa terjadi bencana, apalagi kalau tidak lolos uji,” imbuhnya.
Ia pun meminta Pemerintah bisa memberikan kepastian bisnis lewat ‘right issues’.
“Kalau isunya positif, maka kemungkinan pemulihan ekonomi akan semakin baik. Jangan malah bikin yang tidak-tidak,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi