KedaiPena.Com – Komunitas Bike To Work (B2W) Indonesia menyesalkan pernyataan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar perihal kemungkinan peniadaan jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta.
Pernyataan pada akhir pekan lalu ini mengabaikan tugas polisi sebagai penegak hukum dan tidak berdasar pada kepentingan umum yang sedang diprioritaskan pemerintah DKI Jakarta, yakni kehidupan kota yang lebih baik dan mengutamakan manusia.
Menjawab pertanyaan wartawan sebuah media online tentang maraknya pelanggaran lalu lintas di sekitar jalur sepeda permanen, Fahri di antaranya menyatakan akan membuka peluang meniadakan jalur itu kalau dinilai tidak efektif.
Dia memastikan akan “mengumpulkan sejumlah data” sebelum memutuskan perlu-tidaknya jalur itu dilanjutkan.
Pernyataan Fahri mendapat dukungan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, yang melihat hanya dari sudut pandang pengguna sepeda olahraga, yang memang tak memerlukan jalur khusus.
“B2W Indonesia percaya keberadaan jalur sepeda permanen diperlukan untuk mendukung upaya pemerintah DKI mewujudkan sistem transportasi yang mengutamakan perpindahan manusia, bukan kendaraan bermotor pribadi,” kata Ketua B2W, Poetoet Soedarjanto dalam siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (11/5/2021).
Jalur permanen, sambungnya, berfungsi melindungi keselamatan dan keamanan penggunanya. Sistem baru yang sedang gencar dilaksanakan ini merupakan bagian dari program menjadikan Jakarta sebagai kota yang memang layak huni, bebas dari masalah-masalah polusi udara, kemacetan, dan kecelakaan lalu lintas. Permasalahan itu, hingga kini tak bisa ditanggulangi dan menimbulkan kerugian triliunan rupiah serta ratusan ribu nyawa melayang.
Untuk mengatasi masalah-masalah itu tidak ada cara lain yang pokok kecuali mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Demi mencapai tujuan berjangka panjang ini, pemerintah DKI terus berikhtiar meningkatkan, memperbaiki, dan mengintegrasikan berbagai sarana angkutan umum massal.
“Di samping itu, sebagai bagian dari pembukaan peluang bagi adanya alternatif moda transportasi serta mobilitas, diupayakan pula pengadaan prasarana bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda,” lanjutnya.
Di berbagai kota dunia, pemberian prioritas kepada pejalan kaki dan pengguna sepeda sudah diadopsi sebagai norma baru. Kecenderungannya bahkan meningkat sejak pandemi Covid-19 terjadi.
“Di Indonesia, apa yang dimulai di Jakarta sejak sebelum pandemi, yang belakangan didukung Peraturan Menteri Perhubungan No. 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan, seharusnya disambut baik dan direplikasi secara luas di berbagai kota.
Memang, dalam praktiknya, jalur itu justru diserobot pengguna sepeda motor, seperti yang terjadi dengan jalur khusus bus Transjakarta. Ini pelanggaran yang seharusnya ditindak.
“Tugas polisilah untuk melakukan hal itu, bukan malah membuka wacana tentang peniadaan jalur. Selain terkesan cuci tangan, polisi juga bisa dipandang menentang upaya mewujudkan kota yang lebih baik, lebih layak huni, lebih mengutamakan manusia yang menghuninya,” seru dia.
Berdasarkan hal-hal tersebut, B2W Indonesia mendesak semua pihak untuk lebih berkomitmen mendorong upaya memajukan kebijakan jalur sepeda sebagai mandat dari Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Kami mendorong aparat kepolisian untuk tetap aktif dan lebih kuat mengawal kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang telah mengupayakan jalur sepeda,” imbuhnya.
“Kami pun meminta anggota DPR mulai mengubah pola pikir dalam isu-isu pembangunan kota dan sistem transportasinya agar bisa melihat, memahami, dan berpendapat selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan,” tandas Poetoet.
Laporan: Muhammad Lutfi