PEMERINTAH dalam hal ini Kementerian Keuangan yang dikomandoi oleh Sri Mulyani, sedang mengajukan revisi UU PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Intinya, dalam revisi ini, akan memperbanyak penerimaan melalui pungutan-pungutan. Hampir semua kegiatan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan aneka kegiatan publik akan dipajaki.
Termasuk urusan kawin dan cerai akan dilakukan pungutan penerimaan negara, bayar uang pangkal, uang semesteran juga termasuk yang akan termasuk dipalak.
Sebelumnya sebagian besar Penerimaan Negara Bukan Pajak berasal dari migas. Rupanya Sri Mulyani merasa berat hati untuk mengejar PNBP dari kegiatan besar kegiatan sumber daya alam (SDA) tambang batu bara, besi, mineral, nikel, timah dan migas.
Di mata beliau, rakyat kecil dianggap lebih kaya dan lebih pantas untuk dikejar dengan pungutan-pungutan yang beraneka macam.
Awas Mbok Sri untuk PNBP yang memberatkan rakyat, akan berakibat terhadap elektabilitas Jokowi untuk Pilpres tahun 2019, atau memang ada kesengajaan?
Dewan Perwakilan Rakyat juga harus diawasi jangan sampai menjadi Dewan Pemalak Rakyat (DPR), dengan bisik-bisik meloloskan RUU PNBP karena ada kepentingan yang bisa ditukar untuk membangun Gedung Baru DPR Rp5,7 triliun.
Padahal pungutan printilan dari rakyat juga tidak akan sebanding dengan harga gedung baru. Jangan sampai sudah kesusu dengan gedung baru tukar guling dengan RUU PNBP Pemalak Rakyat.
Jika terjadi sepertinya kedua belah pihak patut diadili dan dituntut oleh rakyat.
Oleh Syafril Sjofyan, aktivis pergerakan mahasiswa 77-78, pengamat kebijakan publik