JAUH dari hiruk-pikuk skandal Jiwasraya dan polemik Natuna, Menkeu Sri Mulyani sudah menambah utang lagi.
Jumlahnya mencapai Rp. 70,3 triliun. Didapat dari lelang surat utang negara. Dari lelang SUN rupiah didapat Rp. 20 triliun.
SUN dollar AS dan Euro didapat Rp. 43,3 triliun. Dan SBSN (Syariah)/Sukuk Rp. 7 triliun. Jadi, total tambahan utang Rp. 70,3 triliun.
Aneh, di awal tahun, belum apa-apa sudah ngegas utang. Diibaratkan hari, awal tahun itu pagi hari. Menurut orang tua, pamali pagi-pagi sudah ngutang.
Orang ngutang tanda tidak punya duit. Padahal Indonesia negara G-20. Masak pagi-pagi dompet negara sudah kosong.
Jangan bangga bisa menarik utang Rp. 70,3 triliun. Ingat, itu bukan karena fundamental ekonomi yang bagus. Tapi karena imbal hasilnya kelewat tinggi. Bunganya tinggi banget. Lintah darat mana yang tidak tertarik dengan bunga super tinggi.
Bandingkan saja, SUN Indonesia tenor 10 tahun imbal hasilnya 6,93%. Sementara negara lain, China hanya 3,08%. Hong Kong 1,61%. Jepang 0,00%. Korsel 1,71%. Malaysia 3,28%. Filipina 4,68%. Singapura 1,74%. Thailand 1,37%. Dan Vietnam 3,11%.
Jadi pantas kalau SUN-nya cepat habis. Bunganya tinggi. Para lintah darat berbondong-bondong memborong SUN. Untung gede. Ongkang-ongkang kaki duit datang sendiri.
Namun perlu diingat dampak utang berbunga tinggi. Yakni, negara harus menyiapkan biaya bunga yang sangat besar.
Menurut ekonom Rizal Ramli, anggaran pembayaran bunga utang thn 2020 mencapai Rp. 295 triliun. Pembayaran pokok utang Rp. 351 triliun untuk tahun 2020.
Total pokok dan bunga utang Rp 646 triliun, lebih besar dari anggaran pendidikan dan infrastruktur.
Berapa pun biaya bunga utang, pemerintah sanggup bayar. Namun giliran urusan rakyat kecil, pemerintah bilang ga punya duit.
Solusinya cabut subsidi, naikkan tarif atau harga. Rakyat dicekik. BPJS defisit, iuran dinaikkan 100 persen. APBN defisit, cukai dan harga gas 3 kg dinaikkan. Ironis
Kabarnya, pemerintah akan lelang SUN lagi. Nyari utangan Rp. 15 triliun lagi. Utang lagi, utang lagi.
Oleh Sya’roni, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani Indonesia (Prima)