KedaiPena.com – Menanggapi perubahan Aturan Tata Tertib DPR RI, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan keputusan DPR menambahkan kewenangan baru dalam Tatib tidak bisa diterima, karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
“Saya kira keputusan DPR menambahkan kewenangan baru pada Tatib DPR tak bisa diterima karena Tatib sesungguhnya hanya merupakan pengaturan teknis internal lembaga parlemen yang bersumber pada UU MD3 sebagai satu-satunya rujukan,” kata Lucius pada awak media, Kamis (6/2/2025).
Ia menyatakan jika DPR ingin memiliki kewenangan baru untuk mengevaluasi dan mencopot pejabat negara, maka revisi seharusnya dilakukan pada UU MD3 terlebih dahulu, bukan langsung melalui Tatib DPR.
“Dampak serius jika kewenangan DPR mengevaluasi pejabat yang mereka ajukan adalah konflik kepentingan yang sangat serius. Para pejabat yang bekerja melakukan pengujian atas UU hasil kerja DPR tentu tak akan bebas bekerja jika karena sikapnya terkait UU tertentu, ia bisa kehilangan jabatan setelah dievaluasi oleh DPR,” ujarnya.
Ia mencontohkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang yang dibuat DPR. Jika hakim MK bisa dicopot oleh DPR, maka independensi lembaga tersebut terancam.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2025/02/640b1145036a5.jpg)
“Padahal pengujian UU yang dilakukan oleh MK misalnya berdasarkan UUD, bukan berdasarkan kemauan DPR. Jadi peran evaluasi DPR ini akan menggerus kinerja lembaga negara,” ujarnya lagi.
Ia menduga aturan baru ini lahir dari ketakutan DPR terhadap putusan-putusan yang tidak menguntungkan mereka, seperti judicial review terkait presidential threshold dan UU Pilkada.
“Jadi semangat perubahan Tatib ini sudah tidak benar dari akarnya. Semangat DPR jelas sekali untuk membangun kekuasaan yang sewenang-wenang dan memastikan semua keinginan mereka tak dijalani oleh para pejabat di lembaga lain,” kata Lucius lagi.
Ia mengaku heran dengan keputusan DPR yang sengaja mengubah aturan dan menambah sendiri kewenangannya. Sebab, dengan tugas pokok dan fungsi yang ada saat ini, DPR sendiri sudah terlihat kewalahan dan banyak mengabaikan pekerjaannya.
“DPR ini seperti kurang kerjaan saja. Dengan beban yang selama ini sudah ada saja, mereka selalu kedodoran dalam hal kinerja. Ini ubah Tatib mau nambah-nambah kerjaan atau saking kurang kerjaan karena mereka mengabaikan yang sudah direncanakan, mereka cari-cari kerjaan melalui Tatib,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa