KedaiPena.Com– Pemerintah diminta untuk berani dalam menerapkan kebijakan out of the box dalam mengatasi krisis kedelai saat ini. Salah satu solusi jangka pendek ialah dengan cara barter antara komoditas kedelai batu bara yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak merespons krisis kedelai yang terjadi saat ini di tanah air. Para pelaku usaha kedelai mulai menjerit akibat hal tersebut.
Amin Ak menuturkan, China dan India, dua negara yang menjadi produsen kedelai terbesar keempat dan kelima di dunia sebagai negara tujuan kerjasama barter kedua komoditas tersebut.
Yang paling memungkinkan, kata Amin, pemerintah mengarahkan BUMN produsen batu bara bekerjasama dengan pangan.
“BUMN batu bara menjual produksinya dengan cara barter, dan nantinya kedelai yang diperoleh dibeli oleh BUMN Pangan untuk mengamankan stok jangka pendek, paling tidak pengamanan stok hingga Juli 2022,” kata Amin, Sabtu,(19/2/2022).
Mengapa sampai Juli, karena diperkirakan harga kedelai global mulai Agustus sudah mulai turun. Di sisi lain, produksi dalam negeri bisa digenjot.
Kedelai ditanam mulai Maret 2022, kemudian dipanen Juni hingga Juli 2022. BUMN Pangan bisa proaktif mengamankan stok kedelai nasional.
“China dan India merupakan dua negara konsumen batu bara terbesar di dunia, Statistik global menunjukkan kedua negara ini mengonsumsi 62% batu bara dunia. Pada saat bersamaan mereka masuk kedalam lima produsen terbesar kedelai. Tawaran barter batu bara dengan kedelai, seharusnya jadi opsi yang menarik,” beber Amin.
Lebih lanjut Amin mengatakan, kebijakan pemerintah seharusnya berorientasi untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Berbagai cara dan strategi untuk mewujudkan kebijakan pro rakyat, meskipun berliku harus ditempuh demi keberlanjutan usaha rakyat berbasis kedelai.
“Mayoritas produsen tahu dan tempe adalah usaha mikro dan kecil, mereka baru saja pulih setelah dihantam pandemi. Harus ada solusi cepat dan taktis untuk menyelamatkan usaha mereka,” tegas Amin.
Pemerintah sudah gagal meningkatkan produksi kedelai dalam negeri sesuai janji Presiden Jokowi untuk memenuhi minimal 30% kebutuhan kedelai nasional.
Alih-alih produksi naik, yang terjadi malah turun dari 300 ribu ton pada tahun 2021 menjadi 200 ribu ton pada tahun 2022 ini, sesuai proyeksi Kementan. Sementara kebutuhan nasional mencapai 3 juta ton.
Sebagai solusi jangka pendek, maka impor dengan model barter komoditas seharusnya diperjuangkan mengingat stok kedelai global menjadi rebutan akibat merosotnya produksi kedelai Brazil dan Argentina yang merupakan produsen terbesar dunia bersama Amerika Serikat.
Ketiga negara tersebut menghasilkan sekitar 80 persen produksi kedelai dunia.
Sedangkan solusi jangka panjang adalah meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan kebijakan insentif biaya produksi untuk petani.
Data dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 90 persen impor kedelai Indonesia untuk 2020 datang dari Amerika Serikat sejumlah 2.238,5 ton dari total 2.475,3 ton impor kedelai Indonesia.
Sebanyak 90 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya. Kanada menjadi negara sumber impor terbesar kedua untuk Indonesia dengan jumlah impor yang mencapai 229,6 ribu ton pada 2020.
Menurut Amin, prioritas saat ini adalah pemulihan ekonomi nasional termasuk menjaga keberlanjutan usaha mikro, kecil, dan menengah yang menyerap 96,92% tenaga kerja saat ini. Kementerian Koperasi dan UKM menyebut tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 119,6 juta orang.
Adapun, total UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 65,47 juta unit. Jumlah tersebut mencapai 99,99% dari total unit usaha di Indonesia. UMKM menyumbangkan 60,51% terhadap produk domestik bruto (PDB) atas harga berlaku. Terhadap PDB atas harga konstan, kontribusi UMKM mencapai 57,14%.
“Tunda dulu deh, proyek-proyek ambisius dan bukan prioritas seperti pembangunan ibukota negara (IKN) baru dan proyek kereta cepat. Ini ada kebutuhan rakyat yang lebih mendesak lho,” kata Amin.
Laporan: Sulistyawan