KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang mendorong agar motif ASN asal Jakarta yang mengajukan gugatan presidential threshold (PT) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) ditelisik lebih jauh.
“Menurut saya perlu ditelisik dalam rangka kepentingan apa yang bersangkutan mengajukan gugatan tersebut. Karena secara UU seorang ASN dilarang untuk masuk ke ranah politik,” kata Junimart kepada wartawan, Kamis (6/1/2022).
Menurut Junimart, ASN baru bisa menggunakan hak politiknya dengan beberapa syarat. Maka dari itu, dia mempertanyakan kepada ASN yang mengajukan gugatan, apakah merasa statusnya terganggu karena adanya presidential threshold.
“Hak politiknya bisa dipergunakan ketika menyangkut status ASN-nya yang terganggu dan merugikan terhadap kedudukannya sebagai seorang ASN. Pertanyaannya apakah dengan adanya ambang batas pencalonan Presiden status ASN menjadi terganggu?” ujarnya.
Selain itu, Junimart mendorong agar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dapat menegakan aturan jika ada ASN yang secara terang-terangan berkecimpung di dunia politik.
“Perlu didalami juga motif ASN tersebut mengajukan gugatan presidential threshold ini supaya tidak menjadi preseden dikemudian hari,” tutup politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini.
Sebelumnya seorang ASN mengajukan gugatan ke MK terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential sebesar 20 persen. Dia ingin agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden dihapus.
Adapun gugatan tersebut diajukan oleh seorang ASN bernama Ikhwan Mansyur Situmeang yang tinggal di daerah Jakarta Timur. Gugatan tersebut tercatat di laman MK dengan nomor 2/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022 tertanggal 3 tanggal Januari 2022.
Dalam permohonannya, Ikhwan ingin ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang ada di dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 tersebut dihapuskan.
“Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi petitum yang diajukan Ikhwan dilihat, Rabu (5/1/2022).
Laporan: Muhammad Hafidh