ADAKAH harapan untuk anak muda Indonesia? Sebuah pertanyaan penting untuk hari ini. Di negeri ini, ketika anak Indonesia lahir dan tumbuh, umumnya mereka bercita-cita untuk bekerja di pemerintahan, atau di perusahaan besar dengan gaji dan karir yang bagus, atau sebagai pengusaha yang sukses.
Kalau tak percaya, anda tanya anak tetangga, anak kerabat atau anak anda sendiri, apa yang mereka mimpikan? Tentu, Kebanyakan menjawab, ingin mengabdi pada negara, menjadi guru, perawat, dokter. Sebagian lain berkeinginan menjadi manajer perusahaan atau pengusaha besar.
Yang pasti, tidak ada seorangpun di negeri ini yang bercita-cita sekedar menjadi relawan pengatur kemacetan alias pak cepek atau mungkin menjadi begal.
Cita-Cita Yang Pupus
Tapi mimpi anak-anak muda boleh jadi kini pupus. Fakta tentang pengungkapan sindikat penipuan calon pegawai negeri sipil yang beroperasi sejak 2010 membuat kita terhenyak.
Terungkap ribuan orang tertipu. Dan ini terjadi di sebagian besar di daerah-daerah. Media massa menyebutkan berdasarkan pengecekan berwajib, di Jawa Barat saja ada ribuan korban, belum yang terungkap di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
Hebatnya, menurut berita tersebut, jaringannya melibatkan org ‘dalam’ baik di pusat maupun daerah. Jika demikian halnya, Itu berarti diduga kuat, sindikat yang bisa melakukan kejahatan tersebut adalah komplotan yang sangat memahami proses rekruitmen dalam birokrasi.
‘Mereka’ kemungkinan besar memahami peraturan perundangan, siapa orang-orang kunci yang ‘perlu dihubungi’ serta pengetahuan sistem yang dipakai, hingga pada akhirnya menjadi celah untuk ‘ditransaksikan’.
Penumpang Gelap dengan Bom di Tangan
Kita tentu masih ingat bahwa Presiden Jolowi terpilih karena membawa asa perubahan. Dalam gagasan Revolusi Mental, Presiden Jokowi, di berbagai kesempatan, menyatakan, “nation building tidak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan perombakan manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini…”
Harapan, ini harus dijaga dengan menjaga rasa keadilan pada masyarakat. Jika kita melihat kasus calo CPNS di media massa, tentu tidak adil kalau seorang anak Indonesia yang bercita cita mengabdi pada Negara pupus karena alasan transaksional.
Hal ini bukan saja memadamkan semangat hidup mereka tetapi sangat berpotensi menjadi pemicu perpecahan bangsa.
Patut dicatat, momentum semangat dan gerakan revolusi mental diawali dari diri kita masing-masing. Ibarat sapu yang hendak digunakan untuk bersih-bersih, tentu kita pastikan dahulu bahwa sapunya juga bersih.
Dalam kasus ‘percaloan’ ini, kita berharap, pemerintahan Jokowi sebaiknya memastikan bahwa semua pihak terkait dalam urusan (birokrasi) ini juga bersih.
Dan yang penting, untuk menegakkan rasa keadilan, jika memang terbukti, siapapun, masih aktif atau sudah tidak menjabat, yang terlibat dalam sindikat ini, tentu harus ditindak bukan saja sanksi administratif tetapi harus dipidanakan dengan setimpal, sebelum menjadi ‘penumpang gelap’ revolusi mental yang membawa bom yang dahsyat.
Oleh Sonny Harlan Sumarsono, Institut Paradigma