KedaiPena.Com – Ada perbedaan sikap Presiden Joko Widodo terhadap keluarganya yang maju di pilkada serentak. Terhadap iparnya, Wahyu Purwanto yang akan berlaga di Pilkada Gunungkidul, Yogyakarta, Jokowi tidak merestui karena memiliki hubungan kekeluargaan.
Sementara untuk Pilkada Solo, Jokowi malah merestui anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Bahkan Jokowi sampai memanfaatkan fasilitas negara, memanggil kompetitor Gibran, Achmad Purnomo ke Istana. Di Istana, Jokowi menyampaikan bahwa yang diusung PDIP itu Gibran. Supaya tidak kecewa, Purnomo ditawarkan jabatan. Meski akhirnya Purnomo menolak.
Ketua Umum Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Bob Hasan mengatakan, sikap Jokowi masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Setiap orang berhak dipilih dan memilih. Ini masuk ‘declaration of human rights‘,” kata Bob kepada KedaiPena.Com, Selasa (28/7/2020).
Soal hak politik, Bob menjelaskan, juga diatur dalam konstitusi Indonesia. Pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dijelaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Lalu pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Kemudian, Pasal 28D ayat (3) menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan,” lanjut pria yang berprofesi sebagai advokat ini.
Pada tingkat undang-undang, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih. Dalam Pasal 43 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak. Pemilihan diatur melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Hak pilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik),” jelas Bob.
Pasal 25 ICCPR menentukan bahwa, setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan.
“Pada ayat a disebutkan, warga negara bisa ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas. Pada ayat b, mereka berhak memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari para pemilih. Lalu pada ayat c, warga memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan,” beber dia lagi.
Sesuai prinsip kedaulatan rakyat, maka seluruh aspek penyelenggaraan pemilihan umum harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Tidak adanya jaminan terhadap hak warga negara dalam memilih pemimpin negaranya merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi. Terlebih lagi, UUD 1945 Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
“Ada apa dengan Jokowi yang menghambat iparnya untuk ikut perhelatan pilkada? Sementara putranya Gibran dapat menjadi salah satu kontestan, juga setidaknya menghambat calon lainnya seperti Purnomo yang digadang-gadang sangat lama. Jokowi harus ingat cara-cara seperti ini melanggar hak asasi manusia seseorang,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi