KedaiPena.Com – Pemerintah pusat diminta tidak lagi menggunakan pendekatan kekerasan untuk menangani konflik di Bumi Cenderawasih. Ia meminta Presiden Jokowi meniru langkah pendahulunya, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam mengelola Papua.
Demikian disampaikan Aktivis Kemanusiaan Papua, Arkilaus Baho dalam diskusi dengan Tokoh Senior sekaligus eks Menko Ekuin era Presiden Gus Dur di bilangan Tebet, Jakarta, Senin (26/8/2019).
“Jangan pakai kekerasan, tapi pakai dialog dan pendekatan kebudayaan. Pakai cara Gus Dur yang mengembalikan kepercayaan kepada Papua,” kata dia.
Ia mengambil contoh ketika menangani orang-orang mabuk. Di era Gus Dur, jam 7 malam tidak ada lagi orang mabuk di jalan, tapi di rumah.
“Siapa yang mengamankan, ya orang Papua, namanya Satgas Papua. Tapi setelah itu, kembali tentara yang ke Papua. Berangkat bawa M16 (senapan), pulang bawa 16 M (uang),” selorohnya.
“Itu yang terjadi di Papua. Makanya Papua tidak pernah selesai. Ada kepentingan orang luar di Papua,” sambung dia.
“Gus dur itu demokrasi pancasila semua bisa bebas bicara, kenapa sekarang tidak, makanya hasilnya seperti ini,” Arki berujar.
Ia pun mengomentari pembangunan yang digalakkan pemerintah pusat di Papua. Kata dia, saat ini birokrasi di Papua hanya menjalankan eksploitasi berbasis pasar atau kapitalisme. Padahal, seharusnya, semua kebijakan berdasarkan pancasila.
“Kita harus mengubah doktrin pancasila di Papua yang cuma slogan dan simbol. Raksasa yang sedang tidur (pancasila) harus diangkat. Supaya mereka (masyarakat Papua) merasa bagian indonesia. Supaya kita di Papua tidak lagi hanya di berada di teras NKRI. Bawa kami masuk ke rumah NKRI. Kita semua sama-sama membangun NKRI. Bukan hanya menjadi penonton atau tamu di teras,” papar dia.
Kebijakan Otsus, tambahnya, pun harus diubah. Otsus yang berlangsung 20 tahun membuat eksploitasi, industrialisasi dan kerusakan. Sawit membongkar hutan, Freeport membongkar tanah dan gunung sampai habis.
“Jadi Otsus hanya memberikan jaminan penetrasi kapitalisme, bukan menguntungkan masyarakat Papua. Karena jakarta pro kapitalistik bukan pancasila. Contohnya Freeport harusnya dikelola prinsip demokrasi pancasila. Bukan semua diekspor terus kita dapat sampah dan pajaknya saja. Itu satu contoh pancasila tidak ada di Papua,” jelas Arki, sapaannya.
Laporan: Muhammad Lutfi