KedaiPena.Com – Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra), Poempida Hidayatullah menyesalkan tidak adanya notifikasi dari pemerintahan Arab Saudi atas eksekusi mati terhadap tenaga kerja Indonesia asal Majalengka, Tuti Tursilawati.
Poempida begitu ia disapa menujuk hidung pemerintah. Hal tersebut lantaran negara seharusnya dapat melindungi warganya terhadap ancaman apa pun seperti hukuman mati.
“Karena hal itu berbasis konstitusional yang termaktub dalam Pembukaan UUD 45,” ujar Poempida kepada KedaiPena.Com, Rabu,(31/10/2018).
Poempida mengakui bahwa banyak memang perubahan-perubahan kebijakan yang terjadi di Arab Saudi sehingga dapat melakukan eksekusi mati tanpa ada notifkasi kepada negara yang bersangkutan.
“Awalnya nampak terlihat berbagai kebijakan keterbukaan. Namun setelah kasus Kashogi mulai nampak kembali basis otoriter dalam pemerintahan Kerajaan itu. Intinya sebagai negara berdaulat ya mereka boleh saja berbuat sesuai dengan hukum yang berlaku di sana,” papar Poempida.
Dengan kondisi tersebut, Poempida menyarankan, agar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dapat mengubah pendekatan perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI).
Seyogyanya, tambah Poempida, Pemerintah khususnya Kemenlu dalam hal ini harus mengubah juga pendekatan perlindungan terhadap WNI-nya.
“Harus dibangun basis komunikasi yang lebih mengena,” beber Poempida.
Tidak hanya itu, lanjut Poempida, pemerintah juga harus memikirkan cara bagaimana para WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, dapat terlindungi dengan membayar Diyat tersebut.
Diyat sendiri adalah sejumlah harta yang wajib diberikan karena suatu tindak pidana kepada korban kejahatan atau walinya. Dalam hukum Islam terdapat beberapa ketentuan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana.
“Intinya perlindungan WNI harus dilakukan secara totalitas,” pungkas Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ini.
Diketahui, Tuti Tursilawati merupakan tenaga kerja Indonesia asal Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat.
Tuti divonis mati oleh pengadilan di Arab Saudi pada Juni 2011 dengan tuduhan membunuh majikannya.
Nisma Abdullah, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia yang mendampingi kasus itu sejak awal, mengatakan, pembunuhan itu tak disengaja lantaran Tuti membela diri dari upaya pemerkosaan dari majikannya.
Selama bekerja di rumah majikan itu, menurut Nisma, Tuti kerap mendapat pelecehan seksual hingga pemerkosaan.
Laporan: Muhammad Hafidh