KedaiPena.Com – Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Terkait Cipta Kerja berhubungan dengan hidup orang banyak. Sehingga, dalam pengelolaan dan pembuatanya dapat melibatkan masukan pemikiran dari yang terkena dampak.
Demikian hal itu disampaikan Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) Poempida Hidayatullah dalam episode PHD Corner beberapa waktu lalu. Episode PHD Corner kali ini, membahas soal tema putusan MK terkait UU Cipta Kerja.
“Dari awal saya selalu mengkritisi yang menurut saya hilang, secara ruhnya hilang itu perlindungan terhadap pekerja,” ucap Poempida sapaanya, ditulis, Selasa (7/12/2021).
Menurut Poempida, seseorang itu mampu mendapatkan pekerjaan yang layak dan pekerjaan stabil yang dapat berkelanjutan.
Namun, kata Poempida, dengan UU Ciptaker perlindungan tersebut dihilangkan. Sehingga hubungan industrial antara pemberi kerja dan pekerja hanya dalam bentuk kontraktual saja.
“Padahal sebetulnya yang namanya hubungan antara pemberi pekerjaan dan pekrja harusnya dimana, di konstitusi sebenarnya karena jelas negara menjamin tercipta lapangan pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga tujuan kemiskinan dapat terberantas,” katanya.
Jika hanya bersifat kontraktual, lanjut Poempida, sangat jelas perlindungan tersebut lemah sekali lantaran hanya kedua pihak saja.
“Perlindungan dalam konteks yang lainnya seolah olah kalau pekerja sudah tidak dibutuhkan dapat di PHK dengan mudah, dan cukup hanya diberikan kompensasi saja. Perlindungan tidak hanya di konteks itu, tapi perlindungan itu dalam konteks pekerjaannya,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga melihat, ada satu kekurangan di dalam konteks ekonomi di Indonesia, diantaranya dalam tatanan pasar bebas, sehingga dibutuhkan satu basis intervensi.
“Karena pasar bebas itu kalau kita bebaskan yang kuat akan terus merajai, trennya akan terjadi monopolistik dan juga akhirnya persoalan dimana yang lemah akan terkalahkan dan diakuisisi oleh yang kuat, ini bahaya juga karena sehingga harus ada basis intervensi untuk menjaga keberlangsungan perusahaan yang bisa memberikan pekerjaan tadi,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan di Indonesia basis ekonomi itu hanya dua. Pertama Bank Indonesia sebagai basis moneter, kedua adalah anggaran belanja negara kita (APBN, red).
“Hanya dua tols kita fiskal dan moneter, tapi kita tidak punya basis intervensi di basis sektor real,” ujarnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan BPJS Ketenagakerjaan dapat menjadi basis intervensi tersebut.
“Oleh karena itu saya memiliki pemikiran seyogyanya ada basis intervensi yang kemudian bisa menyelamatkan perusahaan yang mempunyai persoalan cashflow. Ini supaya cashflow sehat lagi, bisnisnya jalan lagi kemudian tidak terjadi PHK dan si pekerja dapat bekerja lebih panjang lagi,” katanya.
Ia juga mengatakan, sampai saat ini belum ada basis yang melakukan intervensi tersebut, sehingga jika terdapat revisi UU Ciptakerja yang perlu menjadi fokus salah satunya bagaimana menjadikan BPJS Keterangan sebagai basis intervensi.
“Salah satu fokus pembicaraan bukan hanya sekedar jaminan kehilangan pekerjaan tapi menjadi BPJS ketenagakerjaan itu lembaga dibawah presiden ini menjadi basis intervensinya, terjadinya katakan lah penutupan perusahaan yang tidak mampu membayar kemudian terjadi PHK besaran. Ini yang belum dipahami,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi