KedaiPena.com – Praktisi Hukum Prof Dr Henry Indraguna mengapresiasi atensi Kepala Staf Presiden Moeldoko yang telah memerintahkan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk mengawal kasus pembakaran rumah seorang jurnalis di Tanah Karo, Sumatera Utara (Sumut).
Pembakaran rumah wartawan Tribrata TV tersebut mengakibatkan tewasnya kepala keluarga yang tak lain adalah Rico Sempurna Pasaribu sendiri beserta tiga anggota keluarganya di Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut.
Prof Henry memuji langkah KSP yang cepat, tanggap, responsif dengan telah menerima aduan dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) pada Rabu (17/7/2024). Ia memahami aspirasi dan desakan civil society ini lantaran kasus ini bisa saja tidak tuntas jika Jakarta atau Pemerintah Pusat tidak bereaksi dan serius untuk mengawal tragedi yang menimpa pekerja pers tersebut.
Atas perbuatan biadab dan tidak ksatria ini, Prof Henry mengutuk keras kasus pembakaran rumah yang menewaskan wartawan Tribrata TV, Sempurna Pasaribu, beserta istri, anak, dan cucunya
Selain itu Prof Henry mendesak seluruh perbuatan yang mengindikasikan kekerasan baik verbal maupun non-verbal kepada pekerja pers harus dihentikan.
Prof Henry juga meminta Kepolisian RI dalam hal ini Polda Sumatera Utara (Sumut) mengusut tuntas hingga menemukan aktor di balik kejahatan sadis tak berperikemanusiaan ini.
“Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Polda Sumut dan atensi Mabes Polri yang telah berhasil menangkap pelaku pembakaran rumah wartawan di Karo, Sumut. Kedua pelaku kini ditetapkan tersangka dan terancam penjara seumur hidup. Kami juga mengutuk keras kasus kekerasan yang biadab dan barbar kepada jurnalis ini. Dan meminta kepada semua pihak yang tidak terima atas karya jurnalistik dalam bentuk berita investigatif yang mengungkap sebuah kejahatan tidak bertindak melawan hukum,” ujar Prof Henry Indraguna di Jakarta, Minggu (21/7/2024).
Pengacara kondang ini menyebutkan bahwa tindakan pembakaran kepada para pekerja pers menjadi bukti bahwa kekerasan masih nyata menghantui kerja-kerja wartawan.
“Tindakan persekusi apa pun hingga menghabisi nyawa wartawan, bahkan berimbas kepada anggota keluarga korban harus segera dihentikan. Dan negara harus hadir melindungi kemerdekaan pers yang mengungkap apa pun bentuk kejahatan yang meresahkan masyarakat,” tegasnya.
Prof Henry meminta Polda Sumut tidak berhenti pada penangkapan dua orang tersangka saja. Tetapi master mind, tokoh dibelakang layar sebagai dalangnya pun harus bisa ditangkap. Ia juga meminta penyidik makin aktif dan agresif menggali lebih jauh dalang di balik tewasnya Sempurna beserta keluarga.
“Saya yakin kematiannya terkait dengan pemberitaan. Apalagi, Sampurna Pasaribu tengah menguak kasuk besar,” ujarnya lebih lanjut.
Pengacara senior itu juga meminta kepolisian melindungi kerja-kerja jurnalistik. Sebab, kerja-kerja jurnalistik dilindungi hukum dan undang-undang.
Prof Henry berharap polisi dapat segera mengungkap aktor intelektual dibelakang peristiwa tewasnya Sempurna Pasaribu beserta keluarga.
“Jika polisi tidak mampu mengungkap aktor intelektual peristiwa ini maka menjadi catatan buruk bagi penyidik. Mereka tidak mampu melindungi jurnalis yang juga adalah mitra strategisnya. Kasus Sempurna ini jangan sampai menular ke tempat lain. Polisi harus tegas menindak pelaku. Buat efek jera. Tangkap otak dibalik kasus tersebut,” ungkap.
Prof Henry menyayangkan kenapa kekerasan masih menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan persoalan. Padahal, kekerasan tidak dapat menyelesaikan masalah. Kekerasan itu, kata dia, seperti spiral, terus berulang.
“Sekali anda melakukan kekerasan maka itu akan berulang. Di sinilah kita membutuhkan peran kepolisian. Kepolisian dapat memutus mata rantai kekerasan tersebut. Dan saya yakin Kepolisian akan bertindak sesuai harapan publik,” pungkasnya.
Perkembangan terbaru dari Polda Sumut, dua pelaku berinisial R dan Y telah ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi mengatakan kedua pelaku bertindak selaku eksekutor membakar rumah wartawan Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu yang mengakibatkan tewasnya anggota keluarga dan dirinya terbakar.
Laporan: Ranny Supusepa