KedaiPena.com – Apreasiasi memang patut diberikan pada keberanian pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja untuk menetapkan UMP 2023 tidak dengan UU Cipta Kerja. Tapi, keputusan ini masih Rawan digugat, Karena hanya berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menyatakan apresiasinya atas penetapan UMP 2023.
“Kita apresiasi pemerintah pusat dan juga pemerintah provinsi yang, apapun motifnya, telah berani menetapkan UMP 2023 tidak lagi berdasarkan UU Cipta Kerja, meski dengan ketentuan batas atas kenaikan di 10 persen,” kata Yusuf, Minggu (4/12/2022).
Ia memaparkan, UMP 2022, yang berdasarkan PP No. 36/2021 sebagai turunan dari UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, hanya naik rata-rata 1,09 persen.
“Dibandingkan dengan inflasi tahun 2022 ini yang diperkirakan ada di kisaran 6-7 persen dan pertumbuhan ekonomi yang diatas 5 persen, kenaikan UMP 2022 yg hanya 1,09 persen jelas sangat tidak memadai, upah riil buruh tertekan luar biasa, dan produktivitas buruh tidak dihargai sama sekali,” ucapnya.
Penyesuaian UMP 2023, jika mengacu pada PP No. 78/2015, setidaknya di kisaran 10 persen, yaitu dari ekspektasi inflasi 4-6 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Jika UMP ditetapkan berdasarkan PP No. 36/2021, kenaikan UMP 2023 diperkirakan hanya di kisaran 1-2 persen.
“Maka UMP 2023 di banyak daerah kini jauh lebih baik. Misal, DKI Jakarta, berdasarkan PP 36/2021, UMP 2022 hanya naik 0,85 persen. Demikian pula Jawa Tengah UMP 2022 hanya naik 0,78 persen. Kini penyesuaian UMP 2023 jauh lebih baik, DKI Jakarta naik 5,6 persen dan Jawa Tengah 8,01 persen,” ucapnya lagi.
Ia menyatakan dalam kondisi perekonomian 2023 yang akan lebih sulit seiring resesi global, penetapan UMP murni berdasarkan PP No. 78/2015 haris diakui akan cukup memberatkan bagi pengusaha, terutama industri padat karya yang banyak bergantung pada ekspor. Meski pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih akan tumbuh 5 persen tahun depan, namun kinerja ekspor akan mengalami tekanan keras, bahkan sudah terasa sejak kuartal iv 2022 ini.
“Namun jika UMP berdasarkan PP No. 36/2021, kita akan mengulang UMP 2022 yang sangat tidak adil bagi buruh. Maka keputusan pemerintah yang menetapkan UMP 2023 maksimal 10 persen adalah jalan tengah yang cukup bijaksana. Dengan keputusan ini, maka kenaikan UMP 2023 minimal setidaknya dapat mengkompensasi inflasi 2023 yang diperkirakan di kisaran 4-6 persen. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan yang masih cukup tinggi, di kisaran 5 persen. UMP 2023 memang minimal selayaknya naik di kisaran 6-8 persen,” kata Yusuf.
Namun, ia mengingatkan bahwa ada hal krusial pada dasar hukum UMP 2023, yaitu hanya berbasis Permenaker.
“Hal ini rawan untuk digugat mengingat dasar hukum UMP sebelumnya adalah UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 36/2021. Untuk mencegah UMP 2023 digugat, seharusnya dasar hukum UMP 2023 adalah PP, bukan Permenaker,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa