“KITA dikatakan manusia yang kuat dan bermanfaat ketika kita bisa mengendalikan diri kita sendiri, sebelum kita menyesal, ingin mengubah sesuatu, dan meminta suatu kesempatan.”
Kata di atas bermakna kuat buat kita pencinta alam, akan kita bahas satu persatu. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan taman nasional yang berada di Jawa Timur, yang memiliki luas 50.270,20 ha.
Hal ini yang membuat kawasan ini menjadi sangat kaya akan flora dan fauna serta keindahan alam yang di pancarkan pada setiap sajiannya. Banyak peminat alam yang bisa dikata mencari objek dari keindahan yang ada di taman nasional ini.
Tidak jarang banyak terjadi eksplorasi dan eksploitasi yang merugikan kawasan tersebut. Apalah daya jika kawasan tersebut menjadi salah satu tempat yang akan mengalami kerusakan akibat mental dari penikmat alam.
Pada tanggal 16 Agustus lalu dilakukan sosialisasi tentang keberadaan Bromo Tengger Semeru, khususnya membahas tentang konservasi sampah yang ada di Gunung Semeru. Dari sana kita dapat tentu mengetahui bagaimana proses dari pengelolaan sampah di sana dan solusi berkelanjutan yang akan dilakukan, dalam upaya melestarikan Semeru.
Field trip pun dilakukan setelahnya, selama dua hari 17-18 Agustus 2017. Tim menuju Desa Ranu Pani yang sangat indah dan mengagumkan. Alam yang disediakan sang pencipta buat manusia begitu mempesona. Hal ini membuat kantuk bisa dikalahkan dengan pemandangan eksotis di sepanjang perjalanan.
Setibanya di sana, bersama Tim Kemenko Maritim, tim mulai berjalan menuju Ranu Kumbolo yang mempunyai eksotisnya sendiri. Perjalanan yang ditempuh lumayan jauh melewati pos-pos yang ada di sana. Suara-suara para pendaki seperti tak ada hentinya, ramai dan cukup mengganggu perjalanan.
Wow,sepanjang perjalanan sangat indah dan menawan, tapi dasar pijakannya banyak sampah. Salah satu contoh sampah dari plastik madu, yah tidak salah lagi ini merupakan salah satu kecerobohan dari pendaki.
Bibit sampah yang menumpuk di sana dibawa oleh para pendaki yang kurang disiplin, yang hanya mau menikmati tanpa melestarikan alam yang disediakan secara gratis oleh sang pencipta. Betapa tidak, banyak sekali sampah yang ditumpuk di sana, hampir menyamai tempat pembuangan akhir sampah.
Orang-orang yang kita tahu mempunyai fisik yang kuat untuk membawa segala barang berbalutkan plastik tapi memiliki mental lemah dalam kedispilinan membawa sampah kembali dari sana. Tidak salah jika kita menyebut mereka dengan “bibit†sampah.
Sempat dilakukan wawancara dengan salah satu pendaki dan hasilnya mengatakan bahwa bibit-bibit sampah itu dibawa oleh mereka yang tidak mau bertanggungjawab, sehingga bibit itu terus tumbuh dan pada akhirnya keindahan ditutup dengan warna-warni sampah yang akan mematikan keindahan alamiah yang ada di sana.
Bebet sampah merupakan mereka yang membuat jalur dan tempat sampah seenaknya, salah satu caranya di kubur. Tidakkah mereka tahu bahwa butuh ratusan tahun untuk terjadi penghancuran sampah, terutama plastik.
Di sekitar Ranu Kumbolo banyak sekali pelaku-pelaku nakal yang melakukan itu, tidak lain juga penggunaan tissue basah yang sembarang di segala tempat mereka melakukan panggilan alam (buang air besar).
Fasilitas diberikan berupa toilet darurat, tapi masih saja usil dan tidak mau bertanggung jawab. Jalur sampah di Ranu Kumbolo meluas hingga kemana-mana, siapa lagi kalau bukan para pengecut yang menikmati alam tapi tidak punya tanggung jawab moral.
Bobot sampah di Ranu Kumbolo bisa dibilang sangat banyak, sebanyak kesalahan kita yang lalai dan kadang lupa diri kalau alam itu hanya titipan. Kita ini apa, maukah kita pada akhirnya mati terlilit sampah? Pengakuan kita lakukan di mana-mana jika ita pencinta alam, penikmat alam, pelestari alam tapi kita tidak mengakui pada akhirnya kita di sebut sebagai perusak alam.
Hei, apa salahnya kita bawa turun sampah kita? Apakah sampah itu terlalu hina buat carrier bermerek kita? Mengapa saat membawa kita bahagia karena isinya masih ada,dan ketika habis kita malu membawanya? Di mana moral kita sebagai penikmat alam?? Abaikan itu hanya pertanyaan orang yang prihatin.
Solusi kaum muda di zaman ini, bawa turun sampah anda. Guys, kita sudah di berikan trashbag, kenapa tidak dimanfaatkan? Setelah beraktifitas, masukan sampah ke dalamnya, dan packing yang rapi, manfaatkan sesuatu itu biar menjadi sesuatu yang berguna.
Jangan mengubur sampah plastik. Berbahaya buat kesehatan tanahnya, memang kita doang yang bisa jaga kesehatan, tanah juga bisa. Jangan kita rusak habitat mikro organisme tanah dengan tingkat ego kita yang belum bisa dewasa dalam hal tanggung jawab.
Kurangi penggunaan sampah berbahan sintetik, contohnya tissue basah. Sangat indah sekali jika rumput di Ranu Kumbolo berwarna hijau dan cokelat saja, bukan berwarna putih dari sampah itu.
Manfaatkan fasilitas tanpa menyimpang, toilet disediakan untuk melakukan aktifitas sakral kita, jangan kita menumpuk sampah di dalamnya, tidak cukupkah kita membuang sampah tubuh kita, mengapa harus membuang sampah plastik lagi di dalamnya.
Budidayakanlah kebersihan dari sekarang dan cintai lingkungan kita, bukan untuk kita tapi untuk generasi yang akan datang nantinya.
Mahameru itu indah guys, bukan karena ia yang tertinggi se-pulau Jawa, tapi ia hanya memberikan pesan bahwa setinggi-tingginya ia nampak di mata kita. Tapi punya dasar yang harus dijaga kekokohannya agar tetap berdiri.
Sama halnya dengan kita, setingginya pendidikan kita, kita akan terlihat rendah dan hancur ketika kita sulit melakukan tanggung jawab yang kecil dan sulit mengendalikan diri. Contohnya tentang kesadaran manusia terhadap sampah.
Sebagai generasi muda, mari kita bangun kepedulian kita terhadap sampah, terutama yang berada di kawasan pelestarian, jangan kita hanya menjadi penikmat alam dan pencinta alam kalau kode etik kita yang sesunguhnya kita kubur bersama niat kita.
Semeru punya kita, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tempat kita belajar. Kita jaga dan lestarikan sebagaimana yang sudah diatur dalam peraturan kehidupan kita.
Salam konservasi! Salam lestari!
Oleh Jessica Viade Agustin, Peserta FGD dan Field Trip Kemenko Kemaritiman di Semeru, dari Mapalipma (Mahasiswa Pecinta Alam Institut Pertanian Malang)