TIGA tahun lalu. Saat Sri Mulyani baru memasuki Kabinet Jokowi pada Agustus 2016, dengan dalih untuk mengamankan defisit, ia memotong anggaran hingga Rp 137 triliun di APBN. Ini adalah kebijakan austerity yang pertama.
Akibatnya sepanjang periode kuartal IV 2016 hingga kuartal III 2017, empat kuartal berturut-turut, pertumbuhan salah satu sektor PDB (berdasarkan pengeluaran), yaitu “Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib” yang berkode “O” besarnya mendekati 0% (persisnya: 0,28%; 0,24%; -0,03%; 0,69%). Bahkan di kuartal II 2017, sektor pengeluaran pemerintah ini mengalami kontraksi (-0,03%).
Pertumbuhan tahunan dari sektor “Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib” ini juga anjlok dari 7% di tahun 2016, menjadi hanya 2% di tahun 2017. Sehingga sumbangan sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi keseluruhan juga turun dari 0,23% di tahun 2016 menjadi hanya 0,07% di tahun 2017.
Akibat dari kebijakan pengetatan anggaran, daya beli masyarakat tertekan, sehingga secara otomatis masyarakat akan mengurangi pembelian terhadap produk industri. Sub-sub sektor industri pengolahan yang langsung berhubungan dengan daya beli masyarakat ikut mengalami kelesuan.
Seperti contohnya pertumbuhan industri pengolahan tembakau yang berkontraksi dari 3,52% (2016) menjadi -0,64% (2017), industri tekstil dan pakaian jadi yang anjlok dari 8,7% (2016) ke 3,8% (2017), serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang terjun bebas dari 9,4% (2016) ke 2,2% (2017).
Sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB menjadi berkontraksi -0,1%, dari 5,17% di tahun 2016 menjadi 5,07% di tahun 2017. Ekonomi yang seharusnya dapat berpacu lebih cepat, mengingat sektor konstruksi dan real estat sudah sedikit menggeliat, malah menjadi kehilangan momentumnya.
Ekonomi pun sulit bangkit kembali. Kini di kuartal II 2019, pertumbuhan ekonomi kembali ke posisi terendah dalam 3 tahun terakhir, 5,06%.
Dan sebentar lagi, austerity policy Jilid Kedua akan segera datang. Pelakunya sudah pasti kembali menjadi Menteri keuangan. Ia sudah sampaikan bahwa iuran BPJS akan dinaikkan, tarif listrik 900va akan dinaikkan, dan cukai tembakau juga akan dinaikkan. Daya beli masyarakat kembali dikorbankan, dan industri akan kembali melesu. Pertumbuhan ekonomi pun akan jatuh di bawah 5%.
Bila pada saat austerity yang pertama, situasi politik nasional menjadi “matang” (hingga melahirkan gerakan umat Islam 411 dan 212) karena bertepatan dengan momentum kasus Ahok.
Silakan diterka sendiri akan seperti apa situasi politik nasional nanti bila Austerity Jilid 2 diluncurkan Sri Mulyani di tengah sekam meluasnya gerakan #ReformasiDikorupsi dan di bawah awan resesi global.
Oleh Gede Sandra, Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR)