Artikel ini ditulis oleh Bandung, Memet Hakim, Pengamat Sosial.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Anies Baswedan (AB) selalu berada di peringkat no 1 dalam berbagai survei capres. Tapi apakah hal ini menjamin bahwa AB akan terpilih? Belum tentu juga.
Jika saja iklim politik normal, KPU jujur, aparat keamanan netral, partai punya etika yang baik, para pimpinan daerah semua waras, tentu AB akan menjadi Presiden berikutnya.
Memang benar AB seorang yang smart, pintar, pemimpin yang amanah, berprestasi, rendah hati, soleh dan tentu berakhlak mulia dan mempunyai hubungan Internasional yang mumpuni.
Selain itu AB terlahir dari seorang keturunan pahlawan nasional. Semuanya menjadi modal utama AB.
Tapi jangan lupa, AB punya musuh politik yang terbuka maupun tertutup yang kuat dan besar.
AB tidak disukai oleh pimpinan nasional dan para pendukung setianya serta para penganut Islamphobia.
AB juga dimusuhi oleh beberapa partai kuat. Lihat saja serangan pada kasus reklamasi, Monas, JIS, Formula E sampai KPK dan lain-lain.
AB tidak punya partai, sehingga jika akan didukung oleh partai tentu ada komitmen yang harus dipenuhi sebagai kompensasi.
AB juga bukan orang kaya dan bukan orang yang berkuasa. AB punya pesaing yang didukung oligarki dan bahkan ada yang legendaris, memiliki dana tidak terbatas.
Ini yang harus dihitung secara cermat oleh para relawan AB. Lawan bisa berbuat curang dan licik, AB tidak bisa seperti itu, karena tabiatnya yang baik dan juga tidak punya kekuasaan.
Namun di pihak lain, sampai saat ini para relawan terlihat terlena dengan nama besar AB, seolah AB akan jadi presiden dengan sendirinya.
Sungguh ini merugikan AB dan seluruh relawan itu sendiri.
Di lapangan mahasiswa, buruh, Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) bersama lebih dari 100 ormas Islam dan nasional serta emak-emak terus berjuang untuk mengganti rezim.
Relawan AB masih asik dengan khayalan bahwa idolanya akan jadi presiden begitu saja. Atau mungkin mengharapkan durian jatuh?
Kelompok lain berjuang relawan dapat hasilnya? Atau mungkin juga relawantakut nama besar AB jadi rusak karena ikut demo.
Kalo begitu kenapa tidak pake bendera lain saja bersama GNPR misalnya.
GNPR, mahasiswa, emak-emak dan Buruh jika demo pesertanya terbatas, nah jika ditambah relawan tentu jumlahnya membesar dan akan menjadi pressure group yang kuat.
Berjuang bersama merupakan pilihan logis yang menguntungkan semua pihak yang menginginkan pergantian pimpinan rejim dengan pimpinan yang lebih baik.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jakarta mencapai 10,61 juta jiwa pada 2021. Jika yg pemilih AB 70 persen, artinya ada 7 juta jiwa.
Diperkirakan jumlah yang dewasa sekitar 4-5 juta orang. Jika separuh saja ikut turun ke jalan akan ada tambahan peserta demo 2 juta orang.
Belum lagi jika ditambah relawan AB dari Jabar dan Banten, insha Allah jumlah 5-6 juta akan tercapai. Belum lagi jika dari Jateng, Jatim dan daerah lain ikut gabung.
Menurut Bambang Tri (2022), ternyata Jokowi memiliki ijazah SMA & Sarjana palsu, jika benar ingin AB jadi presiden, relawan harus mau turun ke jalan berjuang bersama yang lainnya untuk mempercepat pergantian presiden yang telah membuat ijazah palsu, sehingga menjadi presidennya tidak sah.
Dilain pihak para relawan harus berani dan secara masif melawan berita negatif dan membentuk opini untuk melawan relawan capres lainnya dengan berbagai isu yg berkembang selama ini. Medsos merupakan sarana yang tepat, murah, meriah dan setiap orang dapat menggunakannya.
Para relawan perlu juga mencarikan sumber dana halal untuk mendukung AB, terutama saat pilpres untuk para saksi. Penggunaannya untuk mengontrol suara dari TPS sampai Pusat, ini bukan pekerjaan ringan.
Ingat Pilpres yang lalu sekitar 700 petugas KPPS meninggal dan tidak boleh diotopsi oleh Kapolri. Dokter yang berani bersuara langsung dipermasalahkan.
Semoga tulisan ini dapat membangkitkan semangat para relawan AB yg konon jumlahnya ada 100 an jaringan. Jangan sampai kecolongan dan akhirnya Indonesia akan dipimpin lagi oleh pemimpin yang tidak pro pribumi.
[***]