Ditulis Oleh Pengamat Ekonomi : Salamudddin Daeng
NEGARA Indonesia telah membuat komitmen yang besar terhadap usaha global dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Presiden Jokowi telah menandatangani COP 21 Paris.
Presiden Jokowi akan memberikan laporan pencapaiannya dalam COP 26 di Glasgow dalam waktu dekat. Tidak banyak yang bisa dilaporkan presiden secara membanggakan. Dikarenakan agenda ini boleh dikatakan gagal atau jalan ditempat.
Masalahnya presiden Jokowi yang bertindak atas nama negara tidak dapat melibatkan institusi keuangan yang paling menentukan dalam pembiayaan perubahan iklim di Indonesia. Siapa mereka yakni BI dan OJK.
Kedua lembaga ini setara kedudukannya dengan presiden. Kedua lembaga ini independen atau dapat bertindak sesuka suka mereka di dalam masalah keungan.
Tentu saja mereka BI dan OJK tidak pernah ikut agenda negara dalam hal ini apa yang disepakati presiden dan apa yang telah disyahkan DPR yakni UU ratifikasi perubahan iklim.
Lalu siapa BI dan OJK ini? Mereka adalah negara dalam negara yang mengatur kebijakan moneter dan perbankan, mengatur suku bunga dan mengawasi perbankkan.
Mengapa BI dan OJK tidak ikut dalam agenda perubahan iklim? Padahal kalau ditelusuri siapa sih pembuat kerusakan lingkungan nomor satu? Tentu saja lembaga keuangan bank maupun non bank.
Dari sana lah semua kerusakan lingkungan dimulai. Selama ini perbankkan tidak pernah memiliki protokol lingkungan hidup dalam menyalurkan utang. Mereka tidak menjadikan masalah lingkungan sebagai prasarat pinjaman.
Maka bisa dikatakan Perbankkan lah yang memberikan konttibusi utama kepada perusak lingkungan. Dua lembaga yang paling bertanggung jawab atas kinerja perbankkan dan lembaga keungan non bank dalam menyukseskan agenda climate change yakni BI dan OJK.
Bank dan lembaga keuangan dibalik pembiayaan semua perusahaan penebang pohon dan kayu, pertambangan, penggali bumi, perusahaan energi fosil, batubara, perusahaan sawit dan perusahaan perusak lingkungan lainnya, pembangkit pembangkit batubara dll.
Perbankan sama sekali belum menunjukkan komitmen mereka dalam isue perubahan iklim, rencana transisi energi, mereka sama sekali tidak dalam posisi menyukseskan agenda pemerintah untuk memberikan pinjaman murah mudah kepada kegiatan mengusahakan dan menghasilkan energi baru terbaharukan (EBT).
Bank telah disandera oleh bandar fosil dan oligarki pembangkit batubara.
Sekarang saatnya mempertanyakkan peran BI dan OJK terhadap keselamatan bangsa,negara, alam dan lingkungan. Apakah mereka BI dan OJK hanya memutar uang tampa mempedulikan kesempatan lingkungan dan kemanusiaan? Ingat pukulan pertama COP 26 akan diarahkan kepada bank dan lembaga keuangan untuk menghentikan membiayai industri tambang dan pembangkit listrik yang polutif.
(***)