KedaiPena.Com- Pernikahan antara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dengan adik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), bernama Idayati dalam waktu dekat ini berpotensi masuk dalam ranah konflik kepentingan atau conflict of interest.
“Hubungan Kekerabatan karena Perkawinan antara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dengan adik Presiden Jokowi berpotensi masuk dalam ranah konflik kepentingan (conflict of interest),” kata Pengamat Politik, Ceo & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangan tertulis, Rabu,(23/3/2022).
Konflik kepentingan itu, kata Pangi, bisa terjadi manakala Hakim Konstitusi Anwar Usman kelak menangani Perkara JR yang diajukan Kelompok Masyarakat Sipil terhadap Produk UU disahkan oleh Pemerintah dan DPR melalui MK.
Pangi pun mencontohkan, salah satu pihak perkara dalam JR tersebut adalah Presiden sebagai Termohon atau Tergugat.
“Oleh karena itu, secara etik, moral dan prinsip keadilan, jika betul nantinya Ketua MK RI Anwar Usman, menikahi adik Presiden Jokowi maka yang bersangkutan Anwar Usman sebaiknya mundur demi menjaga marwah, kewibawaan MK dan demi menjaga citra Presiden,” tegas dia.
Pangi pun mengakui, jika terlalu personal untuk mengomentari soal cinta ketua MK Anwar Usman dengan Idayati, adik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia pun tidak ingin masuk ke soal pernikahannya sebab zonasi urusan personal dan berada pada ranah privat.
“Apalagi pernikahan adalah aktifitas mulia. Patut kita berbahagia dan mengucapkan selamat,” jelas Pangi.
Pangi menegaskan, tidak elok jika mencampuri urusan pernikahan orang. Namun pernikahan ini dilakukan oleh orang selevel pejabat publi dan ketua lembaga negara.
“Tapi saya lebih menyoroti lebih soal implikasi atau konsekuensi logisnya dari keputusan yang diambil sebagai hakim dan ketua MK berpotensi tergelincir pada konflik kepentingan,” ungkap dia.
Hal ini, tegas Pangi, dapat mengganggu animo kepercayaan publik. Menurut Pangi, rakyat bisa kena mental duluan, sudah berprasangka uji materi mereka bakal gagal di MK.
“Suudzon duluan bahwa Judical Review mereka bakal ditolak di MK, ini saja kausalitas sebab-akibatnya sudah tidak baik terhadap marwah, wibawa MK dan citra presiden itu sendiri,” ungkap Pangi.
Walaupun , kata Pangin, pendapat lain mengatakan bahwa tidak perlu di khawatirkan secara berlebihan, kita tetap diminta berprasangka baik. Hal ini lantaran putusan hakim bersifat kolektif kolegial, tidak betul ditentukan person dan keputusan MK tak bergantung pada sosok ketua MK.
“Kok rasa-rasanya saya termasuk yang ngak yakin ketua MK bebas dari Conflict of Interest. Salah satu contoh kasus misalnya pengujian UU Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan masyarakat sipil, di mana Anwar Usman sebagai hakim MK akan menyidangkan perkara-perkara yang berkaitan dengan agenda dan kepentingan politik presiden, presiden salah satu pihak “tergugat” dalam perkara JR tersebut,” jelas Pangi.
Pangi juga menuturkan, jika situasi ini di komparasi dalam negara lain sangat mudah sekali pejabat publiknya mundur ketika memiliki potensi konflik kepentingan dan perang batin sebagai pejabat publik.
“Mereka meletakkan soal patut tidak patut, layak tidak layak. Sementara di Indonesia fenomena tabiat yang ganjil.
“Bagaimana mungkin seorang Hakim Konstitusi bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya jika pihak yang berperkara dalam suatu persidangan mempunyai hubungan kekerabatan dan atau keluarga dengan salah satu hakim? code of conduct hampir di semua negara bahwa hakim wajib mundur jika menangani perkara yang salah satu pihaknya mempunyai hubungan kekerabatan, sedarah, semenda dan atau keluarga dengan hakim tersebut,” tandas Pangi.
Laporan: Sulistyawan