Artikel Ditulis Oleh : Salamuddin Daeng Analis Ekonomi
PERTAMINA mengetahui semuanya tentang LPG, tentang berapa jumlah tabung LPG subsidi 3 kg, jumlah semua tabung LPG non subsidi. Jadi tentu saja Pertamina mengetahui cukup atau tidaknya tabung-tabung tersebut beserta isinya. Pertamina juga mengetahui persis apakah benar jumlah tabung dan isi LPG subsidi 3 kg mencapai 97 %? atau ternyata banyak pengoplosan LPG subsidi menjadi non subsidi. Jika ada tabung liar atau tabung yang ilegal, maka tentu Pertamina juga akan segera tau. Jadi untuk menertibkan distribusi LPG subsidi 3 kg, tanyakkan Pertamina bagai mana caranya. Kolonuwun dulu.
Kalau Pertamina punya niat baik, maka masalah BBM dan LPG yang baru baru ini heboh, akan lebih mudah teratasi. Sebaliknya jika Pertamina menikmati keadaan sekarang, subsidi yang besar, kompensasi yang besar dan keduanya yakni subsidi dan kompensasi menjadi sumber keuntungan pasti Pertamina, maka karut marut pengelolaan BBM dan LPG akan terus berlangsung. Inikan bisnis barang impor yang dimonopoli pertamina atas tugas dari negara. Duitnya ada banyak, mana mungkin bisa langka!
Bahkan dengan sistem BBM subsidi dan kompensasi dari APBN, maka Pertamina tidak perlu bersusah payah memasarkan BBMnya dan LPGnya. Penjualannya bersifat pasti, Pendapatannya juga bersifat pasti, keuntungannya juga bersifat pasti. Untuk apa melakukan reform atau perbaikan jika itu nanti akan mengurangi pendapatannya?. Kalau ada yang mau melakukan reform maka harus sowan ke Pertamina dulu. Kalau tidak bisa berabe.
Pertanyaannya dalam kasus LPG subsidi 3 kg, apakah perlu bagi Pertamina merapikan supply chain?. Karena berapapun kebutuhan LPG nasional, maka Pertamina tinggal impor, lalu jual dengan harga yang ditetapkan pemerintah, struktur distribusi sangat lengkap dan sangat luas. Berapapun harga impor tidak masalah, semurah apapun harga yang ditetapkan pemerintah tidak masalah. Semua biaya, ditambah keuntungan bagi Pertamian dan keuntungan dalam seluruh rantai perdagangan LPG 3 kg semua akan diberikan oleh pemerintah. Jadi tidak kerugian bagi Pertamina, SPBE nya, agen agennya swasta teman temannya, dan pangkalan swasta yang diberikan ijin oleh pertamina, tidak ada kerugian sama sekali pada mereka. Margin bersifat pasti, dan ditambah lagi margin keuntungan agen dan pangkalan karena kebijakan Pemda.
Kasus antrean LPG kemarin seharusnya tidak perlu terjadi jika menteri ESDM mengirim surat ke pertamina meminta pertolongan dalam rangka menertibkan penyaluran LPG subsidi dan menertibkan harganya. Masalah menertibkan seperti ini adalah masalah sepele bagi Pertamina. Itu adalah masalah yang sangat gampang. Apalagi antree tidak mencapai ribuan orang. Karena perlu publik ketahui bahwa Pertamina itu menyalurkan LPG kepada ratusan juta orang.
Pertamina tau persis bagaimana mengeksekusi kebijakan seperti penertiban harga LPG. Bagaimana tidak tau semua SPBE, agen, sampai pangkalan, semuanya Pertamian yang ijinkan, Pertamian yang pasok, pertamina yang menjaga pasokannya, pertamina yang mengatur jarak antar agen dan cakupan wilayah kelolanya, pertamina yang tau kapasitas pangkalan. Intinya pertamina khatam 100 persen soal LPG ini.
Oleh karenanya jika Menteri ESDM mau melangkah lebih jauh menertibkan LPG yang banyak terjadi pengoplosan, banyak skandal isi tabung, harga LPG yang diterima masayarakat tidak sesuai dengan ketetapan pemerintah, maka satu satunya cara bagi Menteri ESDM adalah mengajukan surat permohonan pertolongan bantuan kepada Pertamina.
Mengapa? Karena selama ini distribusi LPG 3 kg tidak dipandang sebagai masalah. Pemerintahlah yang memandang ada masalah sehingga muncullah ide menjadikan pangkalan sebagai rantai distribusi akhir atau pangkalan sebagai pengecer sekaligus. Maksudnya agar bisa menertibkan harga. Padahal boleh jadi kalau ditertibkan maka banyak orang atau pihak pengusaha yang rugi. Kalau tidak ditertibkan maka seperti sekarang, semua sama sama senang. Tinggal pemerintah Prabowo Gibran mencari uang yang banyak untuk memastikan subsidi 8,7 miliar ton LPG tersedia di Indonesia. Nilainya sekitar 150-170 triliun rupiah setahun. Ok Gas!
(***)