KedaiPena.com – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini masih berlaku di Indonesia, merupakan produk kolonial.
“Karenanya paradigma yang dipakai adalah paradigma kolonial yang lebih mengutamakan kepentingan mereka yang berkuasa dan mengabaikan hak hak masyarakat khususnya yang berekonomi lemah, hal ini tentunya tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” kata Antonius Benny dalam acara Diklat Pancasila dan Bedah RKUHP Mahasiswa Al-Quran se-jawa Barat dan Banten yang diadakan oleh Korps Mahasiswa Penghapal dan Pengkaji Al-Quran, ditulis Minggu (28/8/2022).
Karenanya, lanjut Antonius Benny, pengesahan RUU KUHP perlu segera dilaksanakan karena lebih sesuai dengan situasi perkembangan zaman dan nilai nilai Pancasila.
“Proses pembaruan KUHP ini sudah memakan waktu panjang selama 25 tahun. Perkembangan dalam masyarakat dan proses politik membuat Rancangan Undang Undang ini susah dan alot sekali untuk segera disahkan, padahal keberadaan KUHP yang baru sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Karena KUHP yang lama adalah warisan dari Penjajah Belanda dan bahkan sudah tidak digunakan di negara asalnya,” urainya.
Ia menyebutkan KUHP yang berlaku saat ini, dibuat untuk mengakomodir kepentingan penjajah dan tidak lagi relevan dengan keadaan bangsa ini hingga terjadilah apa yang disebut hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah dan rasa keadilan yang merupakan hak dari seluruh lapisan masyarakat hanya bisa dinikmati oleh sekelompok masyarakat saja.
“Sistem Restorative Justice yang diterapkan oleh KUHP baru ini, nantinya juga mengubah paradigma Hukum Pidana yang saat zaman kolonial tujuannya semata mata untuk menghukum, menjadi upaya mengembalikan tatanan yang terganggu akibat perbuatan Pidana,” urainya.
Terkait isu-isu kontroversial dalam KUHP baru, seperti penghinaan terhadap simbol negara, ia menyatakan bahwa perlu disadari isu mengenai Hak Asasi Manusia yang selalu dibenturkan dengan RKUHP.
“Pelaksanaannya bukan tidak terbatas. Hak asasi manusia dihormati namun tetap dibatasi oleh hak orang lain. Kita berhak mengkritik Kepala negara dan pemerintah, namun dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan norma sopan santun dalam masyarakat, dan berfokus pada substansi. Bukan melakukan penghinaan dan serangan personal, maka karenanya sesungguhnya debat yang membenturkan RKUHP dengan Hak Asasi Manusia tidak lagi relevan. Karena Hak Asasi manusia yang benar adalah hak yang tidak mengganggu manusia lain. KUHP dan hukum secara umum, hadir untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap hak seluruh manusia dan menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai,” kata Antonius Benny.
Ia menyebutkan bahwa BPIP secara aktif juga terlibat dalam perancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana ini, khususnya terkait dalam pengimplementasian nilai nilai Pancasila dalam KUHP.
Hal ini dilaksanakan karena Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebelumnya merupakan saduran dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië. Yang Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918
“Ini menunjukkan bahwa KUHP yang sekarang berlaku berasal dari masa Pra- Pancasila dan diperlukan kajian yang khusus dan mendalam mengenai sudahkah terjadi Implementasi nilai nilai Pancasila dalam RUU KUHP yang baru,” ujarnya.
Benny menutup paparannya dengan menyatakan bahwa semua pihak perlu mendorong segera disahkannya RKUHP menjadi undang-undang agar rasa keadilan dalam masyarakat dapat benar benar terwujud.
“Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang baru dan yang dibuat oleh dan untuk bangsa Indonesia sendiri membuktikan bahwa kita sudah benar benar merdeka dan berdaulat atas diri kita sendiri, sekaligus melaksanakan dan mengimplementasikan nilai nilai Pancasila sejalan dengan peraturan yang berlaku sesuai dengan perkembangan zaman,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh