KedaiPena.com – Menyikapi potensi krisis pangan yang dinyatakan berpotensi melanda seluruh negara dunia, pemerintah sudah mempersiapkan revisi aturan penyediaan cadangan ketersediaan pangan.
Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Budi Waryanto menjelaskan pemerintah memutuskan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 48/2016 mengenai Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
“Aturan tersebut kini tinggal menunggu pengesahan dari presiden. Sudah di tahap akhir,” kata Budi dalam Diskusi ‘Menghadapi Krisis Pangan Dunia: Apa Prioritas Indonesia?’, ditulis Rabu malam (19/10/2022)
Dijelaskan, dalam aturan baru nanti, Bulog yang sebelumnya ditugaskan untuk cadangan pangan pemerintah yakni beras akan ditambah dengan kedelai dan jagung.
Kemudian BUMN pangan melalui Kementerian BUMN akan diminta untuk bisa menyediakan daging beku dan sebagainya.
“Ini sedang diproses namun konsepnya akan berubah kalau dulu disebut iron stock, kita dynamic stock, jadi nanti outlet pengeluarannya itu diperluas, jadi tidak ada beras turun terlalu lama. Kita tinggal tunggu ketok palu,” urainya.
Selanjutnya, Badan Pangan Nasional juga mengeluarkan regulasi Peraturan Kepala Badan (Perbadan) No 5/2022 mengenai harga acuan pemerintah. Aturan tersebut mengatur harga acuan mulai dari produsen hingga konsumen.
Saat ini yang sudah diatur ialah harga acuan jagung mulai dari produsen, hingga konsumennya yakni para peternak.
Misal, sebelumnya diatur di Permendag Nomor 7 Tahun 2020 untuk harga jagung kadar 15 persen semisal Rp3.150, di produsen sudah naikkan menjadi Rp4.200.
“Kemudian di tingkat konsumen pakan ternak dari Rp4.500 ke Rp 5.000. Begitu juga harga daging dan telurnya ini sudah diatur sehingga nanti kalau jagungnya turun, apa yang harus kita lakukan badan pangan nasional, sehingga peternaknya bisa terselamatkan dan konsumen tidak terlalu teriak-teriak,” urainya lagi.
Ia menyatakan, selanjutnya NFA akan mengeluarkan juga harga acuan untuk bawang merah, kedelai lokal, gula dan komoditi pangan lainnya.
“Hal ini untuk mengantisipasi ketika produksi para petani maupun peternak meningkat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa