KedaiPena.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Cukai Untuk Kepentingan Penerimaan Negara pada Rabu (22/11/2023). Beleid tersebut memungkinkan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai oleh pejabat setingkat menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Dalam Pasal 2 Ayat (1) disebutkan Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan Penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Managing Director PEPS, Anthony Budiawan melihat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai Untuk Kepentingan Penerimaan Negara, sebagai sebuah produk hukum yang bahaya, bersifat tirani, yang terindikasi jelas melanggar UU dan Konstitusi.
“PP Nomor 54/2023 tersebut dapat dilihat sebagai intervensi eksekutif terhadap hukum. Karena, meskipun Kejaksaan Agung merupakan bagian dari eksekutif atau pemerintah, tetapi Kejaksaan Agung merupakan lembaga yang mandiri dan merdeka, tidak bisa diintervensi oleh Presiden. Kejaksaan Agung bahkan bisa menyidik dan menangkap Presiden kalau melanggar hukum,” kata Anthony, Kamis (30/11/2023).
Dalam penjelasan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bab I: Ketentuan Umum, butir 1, dijelaskan: “Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara tersebut dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.”
“Artinya, pemerintah atau Presiden tidak bisa intervensi Kejaksaan Agung dalam melaksanakan penegakan hukum dan memenuhi tugas dan kewajibannya sesuai ketentuan UU lainnya, seperti dimaksud butir 3,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Anthony menyebutkan Penjelasan Bab I, butir 3 berbunyi, “Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
“Dengan demikian, PP No 54/2023 yang mengatur penghentian penyidikan jelas melanggar kewenangan Kejaksaan Agung yang diberikan oleh berbagai macam UU tersebut di atas. Oleh karena itu, PP tersebut wajib batal demi hukum, karena hierarki PP di bawah UU,” ungkapnya lagi.
Selain itu, lanjutnya, PP No 54/2023 tersebut melanggar konstitusi Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka. PP No. 54/2023 juga dapat dimaknai sebagai upaya Presiden menghalangi penyidikan tindak pidana secara terang-terangan, melalui regulasi dengan menetapkan Peraturan Pemerintah, dengan dalih untuk kepentingan penerimaan negara.
“Tentu saja hal ini tidak boleh terjadi. Hukuman pidana tidak boleh dihapus dan dijadikan perdata, atau hukuman pidana dibarter dengan denda,” kata Anthony tegas.
Anthony menduga PP No 54/2023 ini hadir untuk menghalangi penyidikan kasus impor ilegal emas batangan di Dirjen Bea dan Cukai yang sedang dalam proses penyidikan oleh KPK. Isu yang beredar, kasus impor ilegal emas batangan tersebut melibatkan orang dekat istana.
“Apakah karena itu, PP tersebut diterbitkan untuk menghentikan kasus pidananya? Tidak heran Ganjar Pranowo sempat memberi angka 5 untuk penegakan hukum pemerintahan Jokowi. Angka 5 ini menurut saya sudah terlalu tinggi. Saya sendiri menilai, tidak lebih dari 3. Karena penegakan hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Bahkan kasus hukum sering sengaja diambangkan untuk dijadikan alat sandera politik. Lebih parah dari itu, bisa juga terjadi pengkondisian hukum, atau intervensi hukum, termasuk melalui PP No 54/2023 ini,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa