KedaiPena.Com – Di tengah Pandemi Covid-19 saat ini keuangan negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Bahkan dapat dikatakan sedang mengalami krisis.
Secara teknis, keuangan Indonesi mengalami kebangkrutan lantaran pembiayaan defisit telah dilakukan oleh Bank Indonesia. Dan bahkan saat ini berencana menaikkan pajak.
Demikian hal tersebut disampaikan oleh Managing Director Political Economy dan Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dalam kegiatan Zoominari Kebijakan Publik dengan mengusung tema ‘Arah Kebijakan Pajak Dikala Pandemi’ yang diselenggarakan oleh Narasi Institute, ditulis Sabtu (12/6/2021).
“Negara yang keuangan yang sangat baik, pasti dalam kondisi ini tidak ingin menaikkan pajak. Dan juga negara-negara yang lazimnya mengatasi pandemi ini tidak membiayainya langsung dari ‘central bank’ kepada di ‘primary market’,” ucap Anthony begitu dirinya disapa.
Menurutnya, keuangan Indonesia saat ini mengalami kritis, meskipun jika dilihat bahwa penurunannya sudah lama. Sehingga dapat dilihat bahwa turun dari pendapatan negara terdapat persentase PDB.
“Penurunan drastis ini membuat keuangan negara ini sangat sulit, yang ‘tax amnesty’ yang di gadang-gadang akan membuat rasio pajak 2019 akan meningkat 14,6 tidak mencapai. Di sini kita melihat bahwa ‘tax amnesty’ mengalami kegagalan,” tambahnya.
Dirinya menyampaikan, masalah di Indonesia, bahwa ketika pemerintah memiliki suatu konsep kebijakan yang seharusnya mempengaruhi publik, tetapi tidak memiliki dampak. Sehingga pemerintah bisa membangun narasi apapun ketika target tidak tercapai.
“Kalau sebelum zaman ini sebelum UUD diubah itu ada mekanisme pertanggungjawaban kepada DPR. Nah saat sini pemerintah tidak bisa seperti itu,” katanya.
Dirinya menuturkan saat ini permasalahan tersebut sudah sangat menjadi serius terhadap pendapatan negara.
Tidak hanya itu, Anthony mengutarakan pertumbuhan pendapatan rata-rata di Indonesia dari tahun 2005-2009 17,5% dan mengalami penurunan di tahun 2010-2014 menjadi 12,9%.
“Lalu pada 2015-2019 pertumbuhan pendapatan negara rata-rata hanya 5%. Maka korelasinya adalah kalau tidak mengurangi belanja secara profesional, maka utang pemerintah ini akan naik,” tuturnya.
Kata Anthony, jika dilihat, di tahun 2015-2019 defisit mengalami peningkatan dua kali lipat dari lima tahun periode sebelumnya. Dan tahun 2020 ketika mengalami pandemi, defisit mempercepat kebangkrutan.
“Kita punya neraca keuangan negara yang buruk,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi