Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi.
Sejarah penghematan datangnya dari IMF dan Bank Dunia. Kata-kata yang indah tapi bagi desain keuangan negara penghematan itu datang dari mazhab yang berbeda.
Ini berhubungan dengan kebijakan austerity atau pengetatan fiskal. Ini rezim yang baku, yang ujungnya menciptakan krisis untuk berlanjutnya ketergantungan.
Penghematan anggaran membuat negara Indonesia lupa dengan masalah yang sebenarnya.
Masalah utamanya adalah kekuarangan pendapatan atau pendapatannya bocor.
Akibatnya pendapatan negara stagnan. Pendapatan negara 10 tahun lalu dengan pendapatan negara saat ini sama yakni sekitar 2-2,2 miliar dollar.
Tidak bertambah walaupun ekonomi tumbuh dan eksploitasi sumber daya alam makin masif dan bertambah, walaupun pemerimaan SDA itu dalam dolar. Jadi apa yang terjadi dengan penerimaan?
Penghematan itu untuk memastikan fokus anggaran negara agar tetap dapat membayar utang tepat waktu.
Utang terutama kepada swasta dan dalam mata uang asing, serta utang dalam rupiah.
Usaha penghematan merupakan penekanan yang selalu dipersyaratkan oleh para pemberi pinjaman atau utang.
Negara dan pemerintah harus menghemat belanja rutin dan belanja publik agar tetap dapat membayar utang secara tepat waktu, tidak ada penjadwalan ulang, dan lain-lain.
Ketika pemerintahan Prabowo membawa isu penghematan sebagai cara menambah ruang belanja pemerintah untuk kepentingan lain yang dipandang produktif, maka presiden Prabowo telah masuk dalam perangkap atau jebakan kementerian keuangan.
Agar apa? Agar presiden tidak masuk dalam usaha mengutak-atik sumber penerimaan yang merupakan permainan bawah meja antara oligarki dan kementerian keuangan.
Ini juga ada tendensi memanas-manasi publik agar membenci birokrasi atau sentimen pada birokrasi
Prabowo dalam permainan politik ini, jelas telah takluk dengan rezim fiskal yang tengah memainkan anggaran untuk tujuan mereka sendiri, bukan tujuan negara.
Rezim fiskal sejak awal reformasi didesain untuk menghemat belanja, melemahkan kecepatan pergerakan ekonomi pada satu sisi, namun menyedot pajak dan mengokohkan ketergantungan pada bantuan asing pada sisi yang lain.
Dengan diumumkan bahwa negara atau pemerintah akan melakukan penghematan besar besaran, maka sebetulnya secara ekonomi pemerintah telah mengumumkan terjadinya resesi.
Resesi ini ditandai dengan penerimaan negara yang stagnan, dan kewajiban negara yang menumpuk akibat utang. Resesi berarti negara perlu menghemat anggaran. Begitu logikanya.
Penghematan itu berbeda dengan pemberantasan korupsi. Penghematan itu pernyataan bahwa pemerintah menghadapi resiko kurang uang.
Pengumuman terjadinya resesi menuju krisis ini akan menambah biaya uang Indonesia yang berasal dari utang atau bantuan luar negeri atau pinjaman komersial.
Karena keuangan Indonesia dipandang beresiko maka ini adalah momentum bagi pemilik uang menuntut imbal hasil yang lebih besar terkait investasi mereka, baik dalam surat utang negara atau obligasi pemeirntah dan securitas rupiah bank Indoneia atau surat utang bank Indonesia.
Utang dua lembaga yang saat ini tengah berlomba mencari uang melalui bunga tinggi.
Hal yang lebih parah adalah penghematan yang dibicarakan Prabowo tidak masuk dalam skenario anggaran 2025 yang telah ditetapkan oleh DPR bersama pemerintah melalui UU APBN.
Bagaimana caranya Presiden nantinya menggunakan uang hasil penghematan kalau benar terjadi?
Ini namanya nanti adalah anggaran yang tidak terserap. Dalam sistem anggaran Indonesia belanja sampai satuan 9 dibicarakan dengan DPR.
Jadi sebenarnya penghematan 300 triliunan rupiah itu uangnya mau dibawa ke mana? Sebenarnya seruan penghematan itu berarti uangnya ora ono. Ngono mas.
Dulu saya masih ingat di awal pemerintahan Jokowi kampanye nya sama loh. Penghematan anggaran APBN untuk seminar di hotel-hotel dan lain-lain.
Apakah ide ini berasal dari orang yang sama. Berharap bisa mengubah atau menyesatkan orientasi pemerintah dengan cara yang sama. Atau hanya pencitraan semata-mata.
Karena IMF dan Bank dunia sekarang tidak lagi bicara penghematan, maka ini bisa jadi ulah orang lain lagi. Orang yang sama dari zaman Jokowi sampai Prabowo.
[***]