Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Tampilnya tokoh nasional Dr Rizal Ramli bersama Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, saat peresmian rumah susun untuk eks warga Bukit Duri, di Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 25 Agustus lalu, ternyata telah mengundang banyak sekali respon positif dari para nitizen di sosial media dan berbagai WhatsApp Group.
Selain menyampaikan ucapan terimakasih kepada Rizal Ramli yang secara konsisten memperjuangkan keadilan bagi eks warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang digusur akibat proyek normalisasi Kali Ciliwung pada masa gubernur Ahok, 2016 lalu, Anies Baswedan juga mengungkapkan sebuah cerita mengenai kedekatannya dengan Rizal Ramli.
Sebuah kisah yang menggambarkan hubungan di antara sesama intelektual yang peduli terhadap persoalan bangsa. Kisah ini tentu belum banyak diketahui oleh semua orang.
Saat menjadi pimpinan Senat Mahasiswa Universitas Gajah Mada, Jogjakarta, pada era 1990-an, Anies Baswedan ternyata sudah cukup sering berkomunikasi dengan Rizal Ramli, yang kala itu merupakan pimpinan Econit (Economics, Industry, and Trade).
Econit merupakan sebuah lembaga think-thank ekonomi yang pada era Soeharto dikenal sangat kritis dan berani dalam mengemukakan berbagai pandangan mengenai perekonomian nasional, termasuk dalam hal menyampaikan solusi bagi setiap persoalan perekonomian yang muncul saat itu.
Dalam konteks saling mengisi dan pengayaan pengetahuan mengenai perekonomian inilah Anies Baswedan yang merupakan tokoh mahasiswa cerdas dan popular kala itu kerap menghubungi Rizal Ramli, meminta agar dikirimi bahan-bahan kajian Econit berkaitan dengan dinamika perekonomian nasional saat itu.
Bahan-bahan ini diperlukan Anies sebagai acuan dan sumber informasi diskusi yang kerap diadakannya di kalangan mahasiswa Jogjakarta, khususnya Universitas Gajah Mada.
Uniknya, karena saat itu perangkat komunikasi belum lengkap dan belum canggih seperti sekarang, bahan-bahan berupa berkas dari Econit itu dikirimkan oleh Rizal Ramli melalui sekretarisnya dengan menggunakan mesin faximile dari kantor Econit di kawasan Tebet, Jakarta ke Jogjakarta.
Meski tak memiliki mesin faximile namun Anies tak kurang akal. Setelah membuat jadwal yang disepakati Anies menunggu kiriman berkas-berkas Econit itu di bilik Wartel (Warung Telekomunikasi), yang menyediakan jasa berupa layanan telepon umum untuk interlokal dan mesin faximile untuk umum.
Sekelumit kisah ini ternyata membekaskan kenangan tersendiri dalam ingatan Anies Baswedan dan juga Rizal Ramli. Sehingga Anies merasa perlu menceritakannya di sela-sela sambutan acara di Cakung tersebut, Kamis lalu.
Bahkan perjalanan hidup mereka kemudian dipertemukan kembali saat keduanya sama-sama menjadi menteri di kabinet Jokowi. Anies sebagai Mendikbud, sedangkan Rizal Ramli Menko Maritim dan Sumber Daya.
Namun karena berpegang teguh pada prinsip dan idealisme perjuangan yang berorientasi kepada kepentingan mayoritas rakyat, kedua tokoh ini malah di-reshuffle dari kabinet.
“Bang Rizal Ramli di sini, terimakasih sudah konsisten memperjuangkan keadilan di tanah ini. Mengapa kita merdeka, kita ingin ada keadilan. Kita ingin ada kesejahteraan, tapi mulainya dengan adil dulu,” tandas Anies di sela-sela sambutannya, Kamis lalu.
Jika ditilik secara mendalam seremoni yang mempertemukan Rizal Ramli dan Anies Baswedan tersebut esensinya adalah pertemuan persamaan ide dalam mewujudkan keberpihakan kepada warga miskin kota Jakarta.
Bahkan dalam perspektif yang lebih luas persamaan ide dan tindakan konkret ini merupakan gambaran yang dapat didedikasikan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pembelaan Rizal Ramli sendiri dalam memperjuangkan hak warga yang tanahnya digusur bukan hanya dilakukannya terhadap warga Bukit Duri, Jakarta Selatan. Hal yang sama juga dilakukan Rizal Ramli terhadap warga Kampung Akuarium, Jakarta Utara.
Bahkan terhadap warga Sentul, wilayah Bogor, yang beberapa waktu lalu tanah dan pemukimannya diserobot secara sewenang-wenang dan diporak-porandakan oleh buldozer.
[***]