SETELAH vonis hakim pengadilan negeri memutuskan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti bersalah melakukan penistaan agama dan dikenakan hukuman dua tahun penjara dan masuk tahanan, beberapa media Barat dan politisi negara Barat bereaksi secara sangat negatif. Termasuk LSM perwakilan mereka di Indonesia.
Mereka berlaku sombong seakan akan negara paling toleran terhadap perbedaan. Seharusnya mereka belajar kepada Indonesia yang walaupun negara Muslim terbesar tidak pernah terjadi kekerasan terhadap minoritas seperti yang terjadi di Burma dan negara lainnya, di mana kaum minoritas terusir dan bahkan dibunuh dibakar hidup-hidup. Mereka Barat tidak pantas mengajari Indonesia dalam bertoleransi.
Negara Barat yang katanya negara pelopor demokrasi, mengetahui bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menganut azas trias politica, kekuasaan yudikatif tidak bisa di campuri oleh eksekutif, presiden sekalipun tidak punya kekuasaan untuk mengatur yudikatif apalagi negara luar sebagaimana keinginan mereka meminta agar Ahok dibebaskan, itu namanya intervensi yang tidak berbudaya.
Mereka Barat tahu sepenuhnya bahwa kekuasaan yudikatif tidak bisa diintervensi, hanya karena kesombongan saja mereka tutup mata, karena terpidana Ahok kristen di negara mayoritas Islam, dalam pandangan mata mereka ini menyangkut persoalan agama.
Barat harus tahu bahwa sudah banyak yurisprudensi hukum di Indonesia bahwa penista agama manapun mendapat vonis hukuman bahkan setelah menjadi tersangka sudah ditahan, sebelum kasus terpidana Ahok juga ada kasus terpidana di Bali yang menghina agama Hindu dijatuhi hukuman.
Pembelaan oknum dari negara Barat ataupun ataupun oknum dari kelembagaan Badan Dunia terhadap pribadi Ahok, adalah pembelaan semu, kenapa mereka tidak bela ketika terpidana Agama Hindu di Bali dijatuhi hukuman.
Disatu pihak mereka berteriak demokrasi, dipihak lain bila kepentingan mereka paham internasionalist terganggu mereka berkeinginan meng intervensi kekuasaan yudikatif di negara lain.
Kesombongan Barat ini namanya paham “demokrasi munafik”, dan harus di lawan. Tentunya jika Presiden Jokowi adalah Presiden dari Negara Berdaulat, harus segera memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk secara tegas menolak cara cara merendahkan kedaulata bangsa dan negara Indonesia dari negara dan lembaga internasional manapun.
Oleh Syafril Sjofyan, pengamat Kebijakan Publik, aktivis 77-78