KedaiPena.Com – Bunyi mesin tenun terdengar kencang dan seirama sepanjang perjalanan dari Baduy Dalam menuju Baduy luar. Sore itu, memang menjadi waktunya perempuan-perempuan di Desa Cicakal, Baduy Luar untuk beraktivitas menenun kain.
Dengan seperangkat alat tenun seperti, Golebag, Kincir hingga Tanayan, sore itu para perempuan di desa Cicakal, Baduy luar tampak menikmati kesehariannya menenun kain.
KedaiPena. Com sendiri sempat berbincang dan menyambangi, Samah salah satu warga asli Desa Cicakal, Baduy Luar yang menenun kain hingga menghasilkan kain Songsket dan kain Samping Poleng khas Baduy.
Samah menjelaskan proses tenun untuk menghasilkan kedua jenis kain Songket dan Poleng khas Baduy itu dibagi menjadi lima tahap. Pertama ialah, tahap menguntai benang-benang.
“Yang kedua menyusun batik dan ketiga membentuk sebuah tenun,” kata Samah kepada KedaiPena.Com beberapa waktu lalu.
Samah melanjutkan untuk proses ke empat kain dihamparikan ke tanah dan ke lima baru mulai menenun.
“Kalau untuk ukuran kain kecil itu biasanya menghabiskan waktu satu hari. Kalau untuk ukuran kain yang lebih besar biasanya itu selesai dua hari. Tergantung kecepatan pengerjaannya,” papar Samah.
Dari Dibasahi Air Nasi hingga dijual ke Ibu Kota
Selain menenun, Samah juga kerap membuat benang sendiri dari kapas untuk ditenun menjadi sebuah kain. Penggunaan air beras sendiri ditujukan agar benang tidak mudah putus.
“Kalau buat benang dari kapas harus dibasahi air nasi supaya benangnya tidak gampang putus. Dan proses ini dilakukan sbelum kita mulai menguntai,” ungkap Samah.
Meski demikian, Samah mengakui, lebih memilih untuk menggunakan benang yang sudah jadi daripada harus kembali membuat dari kapas.
“Lebih simpel beli. Kalau tidak beli proses menenun benangnya bisa jadi dua kali lipat,” papar Samah.
Samah pun mengaku tidak bingung untuk menjual hasil tenunya lantaran untuk kain songket sudah memiliki tempat untuk menampung dan menjual kain tersebut.
“Kain songket yang warna-warni kita jual ke Jakarta ada yang nampung,” jelas Samah.
Samah melanjutkan untuk harga kain yang ia jual bervariatif, kain berukuran kecil dihargai mulai dari Rp 30.000.
“Sedangkan untuk yang besar bervariatif ada yang sampai harga 250.000 tergantung dari lama pembuatan dan motif,” tukas Samah.
Kopi Gula Aren
Selain menjual kain hasil tenun, Samah juga menyediakan kopi yang dicampur oleh Gula Aren khas Baduy. Kopi Gula Aren khas desa Cicakal Baduy Luar ini dihargai seharga Rp 6.000 per gelas oleh Samah.
Kopi Gula Aren ini memang sengaja disediakan Samah untuk para wisatawan yang datang ke desa Cicakal. KedaiPena.Com sendiri sempat menikmati langsung kopi khas Gula Aren ini sendiri.
Kopi Gula Aren ini memang menjadi khas dari Desa Cicakal, Baduy Luar. Kopi ini melalui proeses dan pengelolaan dari pemetikan di belakang rumah sampai dan ladang, disangrai dan digiling. Biji kopi atau kopi yang sudah digiling harus diletakkan ditempat kedap udara.
Ditambahkannya kopi ini pakai gula aren agar rasanya manis dan tidak pahit. Kopi ini rasanya mirip dengan kopi Lampung.
Laporan: Muhammad Hafidh