NEW Zealand adalah negara dengan basis wisata petualangan yang terdepan saat ini di dunia.
Tulisan ini ingin membahas bagaimana kesuksesan New Zealand melakukan ‘branding’ terhadap wisata petualangan yang mereka miliki.
Belajar dari proses yang mereka lakukan akan ada banyak hal yang dapat diadopsi oleh Indonesia dalam mengembangkan ‘brand’ wisata petualangan.
Dengan tema kampanye ‘100% Pure New Zealand’ membuat negara itu memiliki ‘brand destination’ yang paling menonjol dibandingkan dengan negara petualangan lain seperti Afrika maupun Asia.
Membangun Reputasi
New Zealand membangun reputasi sebagai sebuah negara yang bersih dan hijau sehingga tema kampanye ‘100% Pure New Zealand’ memiliki peluang menjadi salah satu yang paling sukses dalam kampanye ‘branding’ destinasi.
Bagaimana semua ini dimulai? Studi literatur akademik memperlihatkan bahwa sejak zaman kolonial, NZ telah dipromosikan sebagai negeri ajaib yang indah, diberkati oleh keaslian lingkungan dan keunikan bentang alam.
Terlebih saat ini, perumpamaan itu dipenuhi oleh kampanye ‘marketing’ ‘100% Pure New Zealand’ dan tampilan bentang alam yang dipamerkan dalam film Lord of The Rings dan The Hobbit.
‘Setting’ pengambilan gambar yang memperlihatkan hamparan ladang yang hijau hingga perbukitan dan pegunungan. Hal ini membuat gambaran bagaimana komitmen NZ melindungi lingkungan dibandingkan negara lainnya.
Hal tersebut juga merepresentasikan keaslian alam, bentang alam yang tidak berubah dan pengalaman yang otentik. ‘100% Pure New Zealand’ terbentuk dari pemeliharaan kebersihan, persepsi sebagai negara yang hijau.
Bukan Hanya Sekedar Keaslian Alam
Beberapa hal saat ini sudah mulai berpindah (‘shifting’) dari keaslian alam menuju interaksi manusia dengan alam dan bagaimana orang dapat menikmati kondisi berada di luar ruang (‘outdoor’)
Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang keindahan alam, tempat bagi orang orang muda, masyarakat yang dinamis dan bijak dalam bersikap, terbukanya pengalaman baru, dengan melakukan suatu yang baru dan bersenang-senang.
‘100% Pure New Zealand’ sepertinya tidak lagi terbatas pada negara yang bersih dan imej yang hijau saja. Tetapi sekarang juga memperhatikan penyediaan gagasan kebudayaan New Zealand. Retorikanya adalah mempersembahkan bagaimana orang memahami alam dan berinteraksi dengan bentang alam. Maka dari itu outputnya adalah menghadirkan arti (‘meanings’) dan ‘sense of places’.
Walau bagaimanapun juga secara kasat mata ‘100% Pure New Zealand’, ‘advertising’ kampanyenya masih didominasi oleh keaslian alam. 90% ‘advertising’ masih memperlihatkan keaslian alam, keliaran alam dan keasrian lingkungan.
‘Landscape’ juga memiliki pernanan yang esensial dari ‘100% Pure New Zealand Brand’, bahkan ‘landscape’ ini menjadi identitas dari New Zealand.
Kita dapat melihat bagaimana New Zealand membuat kehidupan outdoornya menjadi inti. Laut kita, sungai kita, danau kita, tanah kita, semua dimiliki oleh rakyat kita. Akses kita untuk dan menikmati keindahan alam adalah given (pemberian), itu adalah bagian dari warisan, budaya kita, jalan hidup kita, dan itulah mengapa turis datang kesini.
Keunikan lingkungan alam bebas kita telah menyiapkan makanan, rekreasi, dan keuntungan sosial unt generasi berikutnya dan harus terus berlanjut, selamanya, tanpa pertanyaan dan tanpa kompromi.
Lalu mereka menjabarkan hal diatas kedalam lima prinsip. Pertama ‘our marine fisheries’, tidak ada lagi kegiatan trawling di pantai, berhenti membuang produk produk komersial, promosikan kelebihan pantai/laut dan kenali nilai dari rekreasi mancing
Kedua ‘our freshwater’, menjaga kebersihan air, menjaga danau dan sungai tetap penuh, menjaga sumber cadangan air dan air dimiliki oleh kita dan bukan untuk dijual
Ketiga ‘our land’, game animal adalah rekreasi yang bernilai tinggi, bernilai sosial dan merupakan sumber makanan, mengantikan semua operasi racun udara, menjaga alam liar kita, pendekatan yang harus dilakukan adalah secara biologi bukan kimiawi untuk masa depan produksi makanan, buat dan jaga tempat makan yg tdk beracun
Keempat ‘our say’, komunitas lokal yang menentukan batas jumlah turis, ‘review’ masa status waktu investasi asing demi memberikan kesempatan publik untuk menikmati alam
Kelima ‘our future’, legislator harus mendirikan komisi kerja untuk menentukan batas pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan, bagaimana cara terbaik untuk memelihara budaya dan biodiversity
Indonesia Harus Belajar dan Mengadopsi
‘Booming’ film 5 cm adalah bukti pendekatan interaksi manusia dengan Alam lebih dominan dalam membangun tema kampanye wisata petualangan di Indonesia. Walaupun saya yakin belum tentu ada koordinasi yang rapih antara produser film dengan pihak Kemenpar untuk membangun sinergi dalam tema tersebut.
Hal ini berbeda jika kita lihat dan pelajari bagaimana New Zealand membangun ‘branding destinasi’. Mulai dari ‘landscape’ dan keaslian alam serta bentang alam yang dominan. Hal tersebut ditonjolkan terlebih dahulu sehingga membuat daya tarik wisatawan untuk datang menikmati keaslian ‘landscape’ dan alam. Otomatis tema kampanye ini dinilai berhasil karena wisatawan diajak untuk menikmati keaslian alam New Zealand untuk tetap asri dan tidak berubah.
Indonesia justru memulainya dengan pendekatan interaksi manusia. Atraksi wisata lebih diutamakan. Maka hasilnya adalah tujuan wisata seringkali dipenuhi dengan sampah dan banyak sekali keaslian alam yang berubah. Semua tentu masih ingat dengan permasalahan sampah di Gunung Rinjani.
Agaknya kita harus mengubah ‘setting’ ini agar destinasi wisata petualangan tetap ‘sustainable’ dan menjadi pelopor utama wisata di Indonesia.
Menentukan destinasi wisata menjadi wisata petualangan juga harus dijauhkan dari daerah daerah yang memang sudah menjadi sentra industri. Terutama pertambangan. Karena industri pertambangan sangat tidak kompatibel dengan wisata petualangan.
Menggali kembali nilai nilai dasar dan nilai nilai murni (kearifan lokal) budaya kita dan dimasukkan ke dalam faktor utama membangun imej wisata petualangan merupakan hal yang wajib dilakukan. Petualangan dan trip ke pedalaman Suku Baduy Dalam dengan wajib mematuhi norma norma budaya Suku Baduy Dalam saya pikir patut dicontoh dalam mengembangkan destinasi wisata petualangan lainnya di Indonesia.
Indonesia yang kaya akan keragaman budaya dan bentang alam yang unik harus sudah mulai membangun reputasi sebagai destinasi wisata petualangan yang lebih maju dibandingkan New Zealand.
Teori tentang membangun reputasi branding salah satunya kunci pentingnya adalah: ‘How to Deliver Your Promise’. Men-‘deliver’ sebuah janji akan membangun reputasi terhadap ‘brand’ tersebut.
Bagaimana men-‘deliver’ Indonesia sebagai tujuan wisata petualangan kalau lokasi wisata petualangannya penuh sampah, tidak terawat dan terjaga keasrian dan keasliannya.
Sementara imej yang dibangun dalam kampanye ‘advertising’ adalah ‘landscape’ Indonesia yang terlihat indah. Menurut saya ini harus mulai ditata ulang secepatnya. Karena ‘if you fail to deliver your promise, you can’t get any reputation’.
Oleh Rubini Kertapati atau Bibin, Praktisi Wisata Petualangan