KedaiPena.Com – Said Didu dicopot dari posisi komisaris di PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Said bersama dua komisaris lain diganti sesuai persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat (28/12/2018).
Adapun, RUPSLB ini merupakan permintaan dari pemegang saham utama, yakni PT Inalum (Persero).
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menyebutkan PTBA mendapatkan permintaan untuk menggelar RUPSLB pada bulan lalu dari pemegang saham utama.
Ada dua agenda yang dibahas, yakni evaluasi kinerja per September 2018 dan pergantian jajaran komisaris.
“Setelah melalui RUPLSB, ada tiga komisaris yang diganti,” tuturnya.
PTBA mengangkat Soenggoel Pardamean Sitorus sebagai Komisaris Independen menggantikan Johan O. Silalahi.
Selanjutnya, mengangkat Taufik Madjid dan Jhoni Ginting sebagai Komisaris menggantikan Purnomo Sinar Hadi dan Muhammad Said Didu.
Alasan pelepasan jabatan Johan Silalahi ialah karena melakukan pengunduran diri, sedangkan Said Didu diberhentikan. Adapun, Purnomo akan menjabat sebagai Direktur Keuangan Askrindo.
Arviyan menambahkan, ketiga komisaris PTBA lainnya, yakni Agus Suhartono sebagai Presiden Komisaris, Robert Heri dan Heru Setyobudi Prayogo selaku komisaris tetap memegang jabatannya.
Salah satu dugaan kuat pencopotan Said Didu adalah terkait sikap kritis terkait akusisi 51% saham PT Freeport Indonesia oleh pemerintah.
Saat ditanyakan soal itu, Said mengakui dirinya punya pandangan berbeda terkait akuisisi Freeport.
Pasalnya, ada potensi menimbulkan permasalahan bagi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dalam jangka pendek.
Inalum dinilai tidak memiliki keuangan yang cukup untuk membayar utang baik pokok dan bunga.
“Untuk membeli 51% saham Freeport, Inalum sudah utang US$ 4 miliar. Lalu Inalum akan pinjam lagi untuk membangun smelter dan tambang bawah tanah. Dengan kondisi seperti ini, pada 2019 Inalum berpotensi mengalami kesulitan keuangan,” kata Said.
Jika kondisi seperti ini, lanjut Said, ada kemungkinan Inalum akan meminta porsi dividen yang lebih tinggi kepada anak usaha seperti, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS).
“Ujung-ujungnya, deviden untuk setoran ke negara menjadi berkurang karena membayar utang,” kata Said.
Menurut Said, transaksi pembelian 51% saham tersebut cenderung menguntungkan Freeport McMoRan. Apa saja yang keuntungan yang didapat Freeport, Said menguraikan, Freeport McMoran mendapatkan kepastian operasi hingga 2041.
“Lalu mereka dapat uang tunai US$ 4 miliar dari penjulan 51% saham, mendapatkan kepastian pengelolaan tambang, mendapat Kepasatian pajak dan denda atas kerusakan lingkungan hidup tidak dikenakan,” tegasnya.
“Sementara, pemerintah Indonesia tidak mendapatkan keuntungan maksimal dari pembelian Freeport. Jadi kita jangan euforia sesaat saja,” kata Said.
Laporan: Muhammad Hafidh