KedaiPena.Com – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) berbau penjajahan Belanda.
Demikian disampaikan Pengamat Kebijakan Politik, Syafril Sjofyan kepada Kedai Pena, Rabu (27/1/2021).
“Kenapa demikian, karena ketika Kerajaan Belanda yang diwakili gubernur jenderal di daerah jajahannya, termasuk Indonesia, mereka memberikan julukan ekstrimis kepada para pejuang kemerdekaan,” kata dia.
Untuk para ekstrimis tersebut, lanjut Sekjen FKP2B ini, selalu diawasi pergerakannya. Belanda cerdik menggunakan pribumi pengkhianat dengan diberi imbalan jabatan. Atau bekerjasama denga pedagang Cina dengan kompensasi keistimewaan dalam berdagang.
“Mereka diminta melaporkan semua kegiatan para ekstrimis,” tegasnya lagi.
Disamping istilah ektrimis, Aktivis Gerakan Mahasiswa 77/78 ini, ada juga istilah inlander untuk pribumi. Mereka dianggap para budak karena bodoh tidak berpendidikan.
“Anggapan tersebut berlangsung selama 3 abad, selama Belanda menjajah. Hal ini menyebabkan mental inlander sebagai pesuruh dan tidak punya keberanian untuk menyatakan kebenaran atau kejujuran. Serta gampang disuap masih menjangkiti bangsa ini sampai sekarang, setidaknya hal ini menurut tokoh nasional Rizal Ramli,” dia menambahkan.
Pertanyaan selabjutnya, apa kalangan istana tidak mengenal sejarah tentang kehidupan bangsa yang terjajah dimana pribumi menjadi kelas dua dengan ungkapan inlander, dan bagi yang kritis berjuang dianggap ekstrimis oleh penjajah.
“Atau sebaliknya, Istana paham sejarah tersebut lalu menggunakan istilah ektrimis serta mengeluarkan kebijakan yang miri dan sama. Jika memang demikian benar yang dikatakan oleh presiden pertama Ir. Soekarno bahwa yang paling sulit bagi rakyat adalah dijajah bangsa sendiri. Di kalangan masyarakat berpandangan bahwa sekarang rakyat dicurigai sementara investor terutama dari RRC termasuk TKA nya diberi keistimewaan,” sambungnya.
Laporan: Muhammad Lutfi