KedaiPena.Com – Eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut hal kontroversial, bahwa di Pilpres 2019 ini, adalah pertarungan pancasila melawan khilafah.
Aktivis kemanusiaan Natalius Pigai pun bereaksi. Ia menyebut, isu khilafah sudah lama dipakai oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat propaganda.
“Isu ini dipakai CSIS, L.B Moerdani dan anak didiknya seperti Hendropriyono. Juga diduga dipakai Luhut sebagai Kristen fanatik dan Megawati, untuk membungkam lawan. Berbagai bukti telah menegaskan adanya fakta tersebut,” kata Alumni PMKRI ini.
Ia melanjutkan penjelasan soal momentum penggunaan isu khilafah dan Islam radikal sebagai alat justifikasi untuk membungkam lawan-lawan politik.
“Di tahun 80-an isu khilafah dimunculkan demi pelaksaan Pancasila sebagai asas tunggal. Dilanjutkan dengan rentetan kejahatan penembakan misterius dipimpin LB Moerdani gurunya Hendropriyono dan Luhut Panjaitan,” kata eks Komisioner Komnas HAM ini.
Lanjut Natalius, isu khilafah menjustifikasi peristiwa Talangsari dan Tanjungpriok. Umat menjadi korban, Islam tidak mendapat ketidakadilan di negeri ini. Soal khilafah, umat Islam terpinggirkan bahkan teralienasi kekuasaan politik negeri ini hampir 40 tahun lebih. CSIS, Beni Moerdani dan asing, bahkan TNI memanfaatkan isu khilafah agar Suharto dipaksa berberkuasa 30 tahun.
“Isu khilafah juga mengamputasi kesempatan dan peluang Habibie untuk menjadi Presiden melalui penolakan pertanggungjawaban SU MPR 1999. Habibie tidak punya kesempatan mengabdi kepada negara, walaupun melalui pemilihan yang demokratis,” lanjut dia.
Selain itu, isu khilafah juga dipakai oleh pihak tertentu untuk membatasi Prabowo Subianto untuk berkuasa di negeri ini.
Selain itu, desain intelijen memunculkan isu radikalisme terlihat dari pernyatan Wawan Purwanto, Juru Bicara BIN tentang sejumlah masjid terpapar radikalisme. Pernyataan Wawan bisa diduga sikap BIN ini telah terbukti nyata isu khilafah dimuculkan melalui skenario untuk mengganggu karier politik Prabowo.
“Isu Khilafah sebagai alat propaganda untuk membenturkan Islam Nusantara dan Transnasional. Meskipun ukhuwah Islamiyah sesama kaum pengikut mazhab Syafei, Ahlus Sunnah Wal Jamaah yaitu NU dan lainnya,” lanjutnya.
“Inilah skenario lama yang sudah dipakai dan dihembuskan terus oleh mereka yang haus akan kekuasaan seperti anak-anak didik Beni Moerdani, CSIS, Hendropriyono, Luhut Panjaitan, bahkan Megawati Sukarnoputri juga sejak tahun 1990 sudah dilindungi dan menjadi bagian dari LB Moerdani,” sambung dia.
“Oleh Karena itu, saya minta semua warga negara, semua suku, semua agama khususnya umat Muslim harus membuka mata hati untuk menenggelamkan skenario busuk yang sedang mengganggu eksistensi integrasi sosial dan integrasi politik di Indonesia,” Natalius melanjutkan.
“Khususnya bagi umat muslim dan kaum beragama yang lain di Indonesia tanggal 17 April 2019 harus mampu menyudahi ketidakadilan selama 73 tahun, atau paling kurang 40 tahun di bawah genggaman CSIS, LB Moerdani dan kelompoknya,” tandas Natalius Pigai.
Laporan: Muhammad Hafidh