WAKTU dalam pembuangan di Ende, pada 1 Desember 1934 Sukarno menulis sepucuk surat untuk seorang sahabatnya di Bandung.
Dalam minggu-minggu pertama pengasingannya yang sunyi itu, Sukarno minta dikirimi buku-buku tentang Islam, yaitu buku tentang pengajaran salat, utusan Wahabi, Al Muchtar, debat Talqien, Al Burhan, dan Al Jawahir.
‘’Kemudian daripada itu, jika saudara ada sedia, saya minta sebuah risalah yang membicarakan soal sayid…’’ tulis Sukarno.
Ketika buku-buku itu tiba, hampir dua bulan kemudian, ialah pada 25 Januari 1935, Sukarno senang bukan main.
‘’Kiriman buku-buku gratis beserta kartupos telah saya terima dengan girang hati, dan terimakasih yang tiada hingga. Saya menjadi termenung sebentar, karena merasa tak selayaknya dilimpahi kebaikan hati saudara yang sedemikian itu…’’.
Siapakah pengirim buku yang dermawan itu? Tiada lain dia adalah sahabat karib Sukarno, seorang guru dan ulama terpandang di Bandung yang juga pemimpin organisasi terkemuka, Persis (Persatuan Islam), T.A. Hassan.
Sebagai orang buangan (interniran politik) Sukarno menghabiskan waktu antara lain dengan membaca buku, terutama buku-buku mengenai Islam.
‘’Maklum, pekerjaan saya sehari-hari sesudah mencabut-cabut rumput di kebun dan mengobrol dengan anak-bini buat menggembirakan mereka, ialah membaca saja.
Berganti-ganti membaca buku-buku ilmu pengetahuan sosial dengan buku-buku yang mengenai Islam’’ tulis Sukarno lagi. (Halaman 325-328, Di Bawah Bendera Revolusi jilid I).
Tentang pembuangan Sukarno ke Ende (1934) ini, Bernhard Dahm menulis satu Bab khusus di dalam bukunya, ‘’Minat Sukarno Pada Islam di Pembuangan’’. Dahm menyebut pembuangan itu sebagai perjalanan menuju kesepian.
Bersama dengan kesunyian lahir, Sukarno juga menderita kesunyian batin. Di Endeh lah Sukarno mulai mengembangkan kesungguhannya mempelajari Islam, antara lain melalui korespondensi yang intensif dengan ulama T.A. Hassan, yang kemudian membukukan surat-surat tersebut dalam “Surat-Surat Islam Dari Endeh’’…
Zaman bergerak, waktu beranjak. Persis sebagai sebuah organisasi terkemuka yang ikut andil dan memberikan sumbangsih dalam perjuangan bangsa nampaknya terus mengikuti dinamika zaman dan menaruh kepedulian yang mendalam terhadap kondisi yang berkembang di dalam masyarakat, termasuk aspirasi yang disuarakan oleh masyarakat yang menginginkan Indonesia lebih baik, dalam konteks ini saat menerima kunjungan tokoh nasional Dr Rizal Ramli beberapa hari yang lalu Persis menyatakan dukungannya serta mendoakan Rizal Ramli untuk dapat menjadi pimpinan nasional yang akan memandu jalan ke arah perbaikan bagi bangsa ini.
Sukarno & Rizal Ramli sendiri memiliki persinggungan sejarah. Kedua-duanya adalah tokoh pergerakan, mengalami pesemaian nasionalisme di kota yang sama yaitu Bandung, sama-sama menempuh pendidikan di ITB, meski berbeda kurun waktu keduanya merupakan patriot yang melawan penindasan ekonomi dan berbagai bentuk ketidakadilan, bahkan mengalami persamaan kepedihan riwayat sama-sama dijebloskan ke dalam bui di Sukamiskin dan mengalami berbagai tekanan rezim.
Secara esensi, Persis, Sukarno & Rizal Ramli memiliki kesamaan jejak langkah dan pertalian perjuangan, yakni sama-sama ingin mewujudkan kemerdekaan sejati untuk rakyat, dalam pluralisme, toleransi, perekonomian nasional yang mensejahterakan, demokrasi yang berlandaskan hukum, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Salam hormat dan takzim untuk KH Aceng Zakaria, Ketua Umum Persis.
Oleh Arief Gunawan, Wartawan Senior