MASYARAKAT Baduy merupakan komunitas adat yang masih memegang teguh hukum adat dan menjaga keserasian alam lingkungan hidupnya. Pola kehidupannya yang khas, bersahaja, sederhana, dekat dengan alam.
Inilah yang seharusnya membuat kita dapat banyak belajar bagaimana menjaga kelestarian bumi tempat kita hidup. Berkat konsistensi dalam pelestarian alam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Baduy, penghargaan Kalapataru sebagai penyelamat lingkungan disematkan kepada masyarakat adat Baduy pada tahun 2004.
Alam Baduy yang hijau, asri, tentram, damai, udara segar, air sungai yang jernih, masih dapat kita rasakan. Sungguh jauh berbeda dengan kehidupan kota yang sarat akan berbagaipolusi.
Masyarakat Baduy yang menetap di daerah administrasi Propinsi Banten, terletak pada 6°27’27”-6°30′ Lintang Utara(LU) dan 108°3’9″-106°4’55” Bujur Timur (BT). Tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Sebagaimana diketahui masyarakat ini terdiri dari dua kelompok besar yaitu Baduy Dalam yang mendiami tiga kampung; Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. Serta Baduy Luar yang bertempat tinggal setidaknya di 51 kampung. Di antaranya Kampung Keduketug, Kampung Cipondok dan lain sebagainya.
Kampung-kampung tempat tinggal beserta Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy inilah yang diakui oleh Pemerintah Daerah Lebak dalam Peraturan Daerah Kabupaten LebakNomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Jelas sudah merupakan tanggung jawab utama pemerintah dalam memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 (3) yang berbunyi, “Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungi tatanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy.â€
Namun, kedamaian alam Baduy akan terancam dengan adanya rencana eksplorasi minyak bumi, yang disasar oleh perusahaan asing. Setidaknya akan ada tiga perusahaan pengeboran minyak, yaitu; Lundin Petroleum (Swedia), Tap Energi (Australia), dan Carnarvon Petroleum (Australia) yang telah mengantongi izin eksplorasi Blok Rangkas meliputi lahan seluas 3.977 km2 yang terbentang dari perbatasan Sukabumi di sebelah timur hingga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di sebelah barat.
Mengingat begitu banyak contoh daerah-daerah yang telah dijadikan titik ekplorasi yang kemudian meningkat statusnya menjadi titik eksploitasi minyak bumi, hal ini tentu berpotensi merusak keseimbangan alami.
Lalu ranah eklpoitasi tersebut ditinggalkan, tanpa perbaikan kembali alam yang telah rusak itu. Contoh menyedihkan adalah bumi Papua yang habis dikeruk hingga hanya meninggalkan lubang-lubang super besar menganga. Ini juga menyebabkan rusaknya tatanan adat, akibat eksploitasi besar-besaran oleh Freeport.
Lalu, akankah hal ini juga terjadi di bumi Banten? Lantas pertanyaan yang muncul kemudian adalah; “Dimana tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan hak ulayat masyarakat adat Baduy sebagaimana tertera dalam Perda Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001?.
ApakahPemerintah Daerah pura-pura tidak mengetahui hal ini? Jika pemerintah tidak mampu mempertanggungjawabkan perlindungan yang dijanjikan, maka sebagaimana amanat dalam Pasal 1 (3) di atas, masyarakat pun memiliki tanggung jawab untukmemberikan perlindungan tersebut.
Hal ini setidaknya telah dilakukan oleh Suhada, Direktur Eksekutif ALIPP, yang menentang tegas pernyataan Komari, Kabiro Humas Pemprov Banten yang mengatakan bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi atau izin berkaitan dengan eksplorasi Blok Rangkas.
Suhada menegaskan, jika pejabat di Pemprov Banten menyatakan tidak tahu menahu soal eksplorasi blok Rangkas, itu merupakan kebohongan publik. Sebab, sejak tahun 2008, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Banten sudah mendampingi kegiatan tersebut.
Selain itu, pihak Ludin BV, menurut berita di media lokal, sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Banten saat itu di Pendopo pada 19 Juli 2012. Kebohongan (terhadap) publik ini dapat dibuktikan jika kita membuka situs resmi Lundin Petroleum, salah satu perusahaan asing yang pada tahun 2013 akan melakukan eksplorasi pengeboran minyak di Blok Rangkas.
Oleh Aliyth Prakarsa, akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang