DAERAH Kebayoran Jakarta Selatan, memiliki posisi sentral dalam benak dan pengalaman hidup sastrawan besar Indonesia kelas dunia, almarhum Pramoedya Ananta Toer.
Setidaknya pada awal-awal karir kepengarangannya di Jakarta, tepatnya pada Januari 1950-an, di bulan ia menerima hadiah yang menetapkan namanya sebagai pengarang, dan juga bulan yang menjadi masa-masa bulan madunya, ia menggunakan kata “Kebayoran” dalam objek judul tulisannya: “Berita dari Kebayoran”.
“Berita Dari Kebayoran†merupakan salah satu cerpen Pramoedya Ananta Toer, yang akhirnya dihimpun dalam buku “Tjerita dari Djakarta†yang terbit pertama pada tahun 1957. Dalam buku edisi pertamanya itu, oleh penulisnya, “Tjerita dari Djakarta” diberi judul tambahan “Sekumpulan Karikatur Keadaan dan Manusianyaâ€.
Selain cerpen “Berita dari Kebayoranâ€, di dalam buku “Tjerita dari Djakarta†itu terdapat beberapa cerpen lain, yakni “Jongos dan Babuâ€, Ikan-ikan yang terdamparâ€, “Rumahâ€, “Keguguran Calon Dramawanâ€, “Nyonya Dokter Hewan Suharko†, “Tanpa Kemudianâ€, “Makhluk di belakang Rumah†, “Maman dan Dunianyaâ€, “Kecapi, Biang Keladiâ€, dan “Gambir†.
Seluruh cerpen itu terkumpul antara tahun 1948–1956, suatu era yang cukup diwarnai pengalaman pahit dan jauh dari segala imajinasi keindahan usai Indonesia berevolusi menegakkan kemerdekaan.
“Berita dari Kebayoran†mungkin bisa dibilang sebagai cerpen berisi kisah paling menyedihkan di antara kisah-kisah tragik lain yang terdapat pada “Tjerita dari Jakarta” itu.
Berita dari Kebayoran berisi kisah tentang kehidupan nestapa seorang perempuan asal Kebayoran bernama Aminah. Aminah perempuan muda dan molek itu lari dari suaminya yang kecanduan judi.
Untuk menghidupi dirinya, Aminah akhirnya melacurkan dirinya di taman Fromberg yang sekarang ini merupakan bagian dari Lapangan Merdeka dekat Istana Negara.
Sejak itulah tubuhnya yang aduhai selalu ditindihbunga beberapa orang lelaki yang datang secara bergantian tiap malam meminta jasa pelayanannya. Dia memang telah menjadi bunga favorit Taman Fromberg di mata
segerombolan buaya penebar racun raja singa.
Nanas masak yang selalu dibeli di pagi hari di Pasar Tanah Abang pun selalu jadi santapan Aminah guna menghindari jabang bayi yang bakal merepotkannya kelak, dan mungkin juga akan menurunkan omsetnya.
Namun perlahan tapi pasti, serangan penyakit kotor yang ditularkan para pelanggannya benar-benar ampuh menyerangnya. Tubuhnya yang sebelumnya bersih dan sintal tergerogoti penyakit itu sehingga kemudian membuat ia tak semontok dahulu.
Para pelanggan tubuhnya pun tentu tak lagi seramai sebelumnya. Dan bila sebelumnya ia suka memakan nanas masak, kemudian ia beralih menjadi suka memakan nanas muda.
Seiring Aminah masih terus terseret dalam dunia kupu-kupu malam Jakarta, ternyata suaminya yang sebelumnya hobi main dadu koprok akhirnya insaf kembali ke jalan yang benar.
Diperoleh kabar, bahwa Saleh yang sebenarnya masih menjadi suaminya itu punya profesi baru berdagang sate. Sementara Khatijah, adik Aminah yang membuatkan sambel sate di warung sate milik Saleh.
Lantaran setiap saat bertemu dalam sebuah langgam kerja berjualan sate antara Saleh dan Khatijah, ternyata bibit-bibit cinta bersemi di hati keduanya. Terlebih memang paras Khatijah pun tak kalah indahnya dari Aminah saat muda.
Gayung bersambut, akhirnya Khatijah pun jatuh dalam pelukan cinta Saleh. Dan itulah tentunya yang akhirnya membuat hati Aminah semakin hancur-remuk di tengah derita penyakit kelamin yang di deritanya.
Jelang kematiannya, Aminah yang diserang demam hebat lalu berhalusinasi tentang perjalanan naik kereta bersama Saleh, Khatijah, emaknya, Diman dan para tetangganya di Kebayoran.
Tiba-tiba di tengah perjalanan dengan kereta itu, Saleh, Khatijah, emaknya, dan seluruh tetangganya turun dari kereta. Aminah menjerit dan memanggil mereka.
“Kami mau ke kota. Engkau mau ke kebayoran, bukan?â€, jawab mereka diikuti langkah kereta yang ditumpangi Aminah terus berjalan dan tak berhenti di mana pun tempat dan di mana pun stasiun, kecuali di stasiun senyap kematian.
Sementara saat ini, seiring hembusan isu seputar kekhawatiran pembunuhan terhadap Ahok yang dikaitkan sebagai latar belakang pemindahan Ahok dari LP Cipinang ke ruang tahanan Mako Brimob Kelapa Dua pada 10 Mei lalu, belum diketahui secara pasti apakah dalam seminggu terakhir ini Ahok masih tetap bisa nyenyak dan berkualitas dalam tidurnya seperti saat-saat jauh sebelum menjadi terpidana, meski ia pun pasti tahu bahwa saat ini masih ada sekelompok masyarakat pemujanya melakukan aksi-aksi solidaritas untuknya. Yang mana, seperti biasa, aksi-aksi solidaritas pendukung Ahok itu pun juga berbuah sindiran, cibiran, gunjingan dan kecaman dari para penentangnya.
Entahlah, karena memang tidak ada beritanya seperti “Berita dari Kebayoran”, tentang kemungkinan ada tidaknya halusinasi bakal dialami oleh Ahok pada saat ini maupun ke depannya, terkait masa depan “kehidupan” ataupun “kematian” karir politiknya, sebagaimana kisah Aminah dari Kebayoran yang diceritakan Pram di atas, yang mengalami halusinasi jelang kematiannya. Semoga saja memang tak ada halusinasi yang seperti itu!
Dan semoga saja proses hukum yang masih terus berjalan terhadap Ahok saat ini, dan juga kasus-kasus hukum lainnya yang boleh jadi juga akan menghadangnya, justru menjadi sebuah langkah lebih lanjut yang baik dalam proses menuju kemaslahtan yang jauh lebih besar lagi bagi rakyat Jakarta khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya. Amiin.[]
Oleh Nanang Djamaludin, Pegiat Komunitas Intelektual Aktivis 98 (KIAT 98)