KOMPETISI Pilkada Jakarta 2024 semakin dinamis lantaran partai koalisi pengusung Anies tak lagi searah dengan Anies Baswedan (AB). Nasdem yang memiliki tradisi mendeklarasikan calonnya paling dini tak segera meminang dan mendeklarasikan AB. Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menyatakan sikap ini.
Menurut Willy, Nasdem tak lagi meminang anies dan proaktif seperti pilpres 2024. Willy juga merespons partai sekutunya di koalisi perubahan, PKS dan PKB yang lebih proaktif ke Anies. Pilpres sama pilkada beda. Harusnya partai lebih pasif, karena partai tinggal memilih bakal calonnya, katanya kemudian.
Sementara di DPP PKS sendiri, sampai saat ini belum membulatkan nama yang bakal diusung di pilgub DKI. Apalagi PKB, meskipun terkesan relasi Gus Imin (muhaimin Iskandar) dan AB semakin dekat, tak ada kepastian apakah kelak Anies bakal diusung atau tidak.
Saat ditanya wartawan apakah PKB akan segera mendatangi AB untuk meminang maju ke pilgub? Gus Imin berkilah. “Itu sudah ada prosedurnya. Bakal calon mendaftar dulu, nanti akan diseleksi panitia”.
Ketidakbulatan partai koalisi mengusung AB sudah bisa dibaca sejak Nasdem dan PKB sendiri menyatakan diri hendak masuk ke pemerintahan Prabowo Gibran. Itu artinya, baik Nasdem maupun PKB tak ingin meneruskan semangat kompetisi pilpres ke pilkada. Justru sebaliknya, potensi membangun koalisi dengan partai pengusung Prabowo Gibran terbuka lebar.
Sementara itu, meskipun PKS menjadi juara di Jakarta (18 kursi) tak lantas menjadi jumawa akan mengusung AB. PKS membutuhkan koalisi dari partai lain. Rekam jejak PKS yang pernah bermesraan dengan Gerindra juga tak akan membuat PKS benar-benar menjadi partai yang berseberangan dengan pemerintahan Prabowo Gibran kelak. Dinamika politik yang berubah ini dapat dimaklumi. Menimbang AB sebagai pilpres dengan menimbang AB sebagai cagub adalah dua hal yang berbeda.
Meskipun AB masih populer di Jakarta secara elektoral hal ini bukan pertimbangan satu-satunya partai. PKB dan Nasdem tak ingin langsung berkonfrontasi dengan partai pengusung Prabowo Gibran.
Relasi yang baik bagaimanapun harus dibentuk oleh PKB dan Nasdem sejak di Jakarta dengan pemerintahan ke depan. Ini artinya, Jakarta harus memiliki nilai strategis bagi partai-pertai pengusung AB maju pilgub.
Jangan sampai Jakarta mengulangi sentimen identitas (SARA) lama yang membara pada pilgub 2017. Naiknya AB sebagai gubernur memperlebar ketegangan dan ketidakharmonisan pemerintahan DKI dengan pemerintahan pusat (Jokowi-Ma’ruf Amin).
Prabowo sendiri yang pernah mengusung AB dan menang di Pilkada DKI 2017 saat ini menganggap AB sebagai rival. Baik Prabowo maupun Jokowi/Gibran tak akan membiarkan AB melenggang lagi sebagai gubernur Jakarta untuk yang kedua kalinya.
Apalagi dengan diketoknya UU No. 2 Tahun 2024, pemerintahan Prabowo Gibran ingin memastikan pemerintahan Daerah Khusus Jakarta (DKJ) berada dalam kendalinya.
Bahkan DKJ akan dijadikan contoh terbaik bagaimana pemerintahan daerah di Jakarta bisa bekerjasama dengan wilayah sebelahnya; Banten, Jawa Barat (Jabodetabek) dalam membantu program pemerintahan pusat.
Demi menyukseskan Kawasan aglomerasi dan transformasi Jakarta menjadi kota global, pemerintahan pusat tak akan melepas Jakarta diluar kendalinya. Jakarta masih akan menjadi pusat perputaran ekonomi terbesar di Indonesia dan melalui UU No.2 Tahun 2024 ini, pembangunan di Jakarta tak bisa diputus oleh gubernur sendirian.
Dewan Aglomerasi, yang nanti akan dipimpin Wapres akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam memutuskan program-program pembangunan di Jakarta.
Sudirman Said saat dihubungi secara terpisah memaklumi kemauan pemerintahan Prabowo Gibran. Memang pemerintahan DKJ kelak harus bisa membangun kolaborasi dengan beragam pihak, terutama dengan pemerintahan pusat. Ini tantangan terberat jika gubernurnya nanti justru menjadi rival politik bahkan semakin potensial menjadi rival dalam kontestasi Piplres 2029. Sudirman Said juga menyayangkan jika kelak gubernur Jakarta menjadi batu loncatan menuju kontestasi Pilpres 2029, sudah pasti program dan janji gubernur terpilih terbengkalai.
Pemerintahan pusat juga tak mau kecolongan lagi. Melenggangnya Jokowi Ahok (2012) dan Anies Sandiaga Uno (2017) membentuk corak pemerintahan Jakarta yang selalu berseberangan dengan pemerintahan pusat.
Semua capaian kemajuan di Jakarta selalu dihadapkan dengan vis a vis kelemahan pemerintahan pusat. Situasi ini membuat posisi AB terancam tak dapat tiket maju ke Pilkada DKI/DKJ 2024 karena berbagai upaya Prabowo Gibran untuk menghadangnya.
(***)