KedaiPena.com – Walaupun ada defisit sekitar 500 ribu lapangan kerja tiap tahunnya, tapi angka pengangguran Indonesia tidak meningkat secara signifikan. Hal ini disebut bukan karena pemerintahan Jokowi berhasil tapi karena pekerja baru itu banyak diserap oleh sektor informal, yang belum bisa memberikan kesejahteraan pada para pekerjanya.
Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono mengakui bahwa jumlah lapangan pekerjaan yang berhasil dicetak selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, masih belum cukup memenuhi kebutuhan lapangan kerja masyarakat.
“Ini juga terkait dengan apa yang terjadi di pasar kerja. Lapangan kerja yang tercipta setiap tahun hanya sekitar 2 juta, itu tidak cukup, benar. Karena jumlah angkatan kerja baru di kita itu rata-rata setiap tahun 2,5 juta,” kata Edy dalam seminar ‘Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi’ yang digelar oleh Asprindo dan Indef, dikutip Sabtu (5/10/2024).
Dengan defisit lapangan kerja untuk sekitar 500 ribu orang, ia menyatakan tidak lantas membuat jumlah pengangguran di Indonesia meningkat.
“Banyak pekerja yang tidak berhasil mendapat lapangan kerja di sektor formal, beralih ke sektor informal. Semisal membuka usaha kecil-kecilan (UMKM), menjadi pekerja lepas/freelance, hingga menjadi pekerja keluarga yang tidak dibayar (unpaid family worker),” ucapnya.
Secara rinci dalam data yang dipaparkan Edy, untuk penyerapan tenaga kerja pada periode pertama pemerintahan Jokowi (2014-2019) masih didominasi oleh pekerja formal sebanyak 11,23 juta orang dan di sektor informal sebanyak 4,48 juta.
Namun memasuki periode 2019-2023, jumlah serapan tenaga kerja di RI malah didominasi pekerja informal. Dalam hal ini penyerapan tenaga kerja formal hanya sebesar 3,66 juta orang dan tenaga kerja informal sebesar 12,18 juta orang.
“Masalah di Indonesia itu tidak hanya atau tidak selalu tercermin di dalam angka pengangguran. Karena kalau angka pengangguran kita baik-baik saja, tapi lebih tercermin di sini, yaitu dominasi sektor informal,” jelas Edy lagi.
Edy memaparkan tingginya serapan tenaga kerja informal yang kian mendominasi hingga hampir 60 persen dari total pasar tenaga kerja Indonesia ini juga bisa menjadi masalah baru. Terlebih jika dilihat dari sisi kesejahteraan para pekerja.
Sebab menurutnya rata-rata pendapatan para pekerja informal di Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya Rp1,7 juta per bulan. Mengingat mayoritas pekerja RI ini didominasi oleh pekerja sektor informal, artinya banyak pekerja masih memiliki pendapatan yang sangat kecil.
“Sekitar 60 persen dari pekerja kita saat ini adalah pekerja di sektor informal dengan penghasilan sangat terbatas, rata-rata ya. Memang ada pekerja informal yang sejahtera ya ada. Kita terlalu besar, 60 persen dari pekerja kita adalah pekerja informal dengan rata-rata penghasilan hanya Rp1,7 juta per bulan dan ini memang masalah,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa