KedaiPena.Com – Sebagai upaya mewujudkan persamaan persepsi tentang definisi hutan dan deforestasi, meliputi metode perhitungan, pengukuran dan pelaporan, serta tata kelola hutan yang baik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan Workshop Hutan dan Deforestasi Indonesia, di Kantornya Manggala Wanabakti, Jakarta (29/1/2017).
Dengan didukung Pemerintah Norwegia dan Kemitraan, workshop ini merupakan bagian dari pengembangan National Forest Monitoring System (NFMS), atau Sistem Monitoring Kehutanan Nasional (SIMONTANA).
Menteri LKH, Siti Nurbaya mengatakan, jika berdasarkan hasil analisa data penutupan lahan tahun 2017 (periode Juli 2016-Juni 2017), deforestasi (netto) nasional adalah 479 ribu ha.
Lalu, kata Siti sapaanya, jika melihat rincian di dalam kawasan hutan seluas 308 ribu ha, dan di Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 171 ribu ha.
“Angka deforestasi ini turun dibandingkan dengan laju deforestasi pada tahun 2016, yaitu 630 ribu ha. Luas hutan (forest cover) pada tahun 2017 ini meliputi 93,6 juta ha,” kata Menteri Siti dalam keterangan yang diterima Redaksi, Senin (29/1/2018).
“Angka deforestasi tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun kemarin. Hal ini menunjukkan hasil dari upaya dan kerja keras kita, untuk terus menurunkan angka deforestasi,” sambung Siti.
Selain itu, Siti juga menyampaikan bahwa saat ini terjadi penurunan angka deforestasi dalam kawasan hutan, yaitu sebesar 64,3%, dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 73,6%.
“Workshop ini juga dinilai penting olehnya, mengingat pengendalian deforestasi adalah salah satu issue strategis bidang kehutanan,” papar Siti.
Kendati demikian, lanjut Siti, Deforestasi yang terjadi di Indonesia masih mengandung makna yang “blur? dan citra negatif. Padahal, secara teoritik dan empirik memiliki arti lain seperti suatu negara atau suatu wilayah provinsi, kabupaten memerlukan kawasan hutan untuk keperluan fasilitas publik atau utilitas.
“Oleh karena itu term Zero Deforestation, mungkin dipakai untuk kegiatan suatu entitas, tetapi tidak dapat dimaksudkan untuk pembangunan suatu wilayah administratifâ€, tutur Siti.
Menurut Siti Nurbaya, kata Deforestasi, mengandung implikasi “tekanan†internasional dalam menilai Indonesia pada capaian-capaian kerja berkaitan dengan sustainability, dan diantaranya menjadi restriksi.
“Deklarasi Amsterdam in support of a fully sustainable palm oil supply chain by 2020, ditanda-tangani oleh Perancis, Denmark, Jerman, Belanda, Norwegia dan Inggris, sebuah komitmen politik untuk mendukung komitmen sektor swasta, terkait dengan Deforestasi dan Sutainable Palm Oil, hingga saat ini secara efektif bekerja dan melaksanakan monitoring termasuk ke Indonesiaâ€, tambahnya.
Saat ini definisi hutan dan deforestasi masih menjadi perdebatan di kalangan pakar/peneliti, maupun pengambil keputusan baik nasional maupun internasional. Perbedaan definisi ini akan berpengaruh terhadap metode pengukuran yang akan digunakan serta data dan informasi yang dihasilkan, baik dari akurasi maupun konsistensinya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Siti Nurbaya menekankan, pentingnya kesepahaman bersama, lokal-nasional-internasional, sehingga upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia, tidak saja untuk memenuhi mandat dan perintah konstitusi UUD 1945, tetapi juga dapat memenuhi requirement atau persyaratan internasional yang menjadi konvensi.
“Pembahasan tentang deforestasi ini menjadi sangat penting untuk kita melangkah, dan bekerja secara “teguh-kukuhâ€. Posisi ini menjadi sangat penting untuk Indonesia berada pada posisi menuju negara maju, sehingga deforestasi bukan lagi menjadi beban citra, tetapi sebagai bagian agenda, atau yang dianggap sebagai masalah yang dapat dan kita selesaikan,” tegas Siti.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas