KedaiPena.Com – Pernyataan pemerintah yang menyatakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 pulih 5,5 persen hanya angin surga.
Demikian disampaikan Begawan Ekonomi Rizal Ramli di Jakarta, ditulis Rabu (27/1/2021).
“Sebelum pandemi Covid-19 melanda saja, ekonomi Indonesia maksimum hanya tumbuh rata-rata 5,1 persen. Kok bisa saat Covid sedang naik dan meningkat, sudah janjikan angin surga,” kata Rizal.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini lebih berat dari tahun 1998. Kalau tahun 1998, rakyat di luar Jawa malah senang dengan krisis. Karena dengan rupiah anjlok dari Rp2.500 per dolar menjadi Rp15.000, membuat petani kopra, sawit, cokelat di luar Jawa tiba-tiba sangat kaya.
“Nah hari ini tidak ada lagi ekses kapasitas di bidang komoditi di luar Jawa sehingga kondisinya makin parah dari tahun 1998,” lanjut Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
Masih kata Rizal, saat ini Indonesia memiliki banyak utang. Selama enam tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, setiap tahun semakin bertambah utang Indonesia.
“Dan selama enam tahun itu, terjadi apa yang disebut sebagai ‘negative primary balance’, artinya neraca primer negatif. Artinya untuk membayar bunga utang saja, harus meminjam utang baru. Makin lama bunganya makin besar. Untuk membayar bunga tahun ini misalnya Rp345 triliun bunganya doang, itu harus minjam (utang) lagi,” lanjut eks penasehat ekonomi PBB ini.
Banyak yang tidak mengerti, untuk bisa membayar cicilan dan bunganya itu, pemerintah harus menyedot uang. Caranya menyedot uang dengan menerbitkan SUN (surat utang negara). Dan ini bunganya 2 persen lebih tinggi dari deposito dan dijamin 100 persen. Jadi di bank hanya dijamin Rp2 miliar per nasabah, sementara kalau di SUN berapa triliun pun dijamin.
“Akibatnya setiap negara menerbitkan SUN, duit di masyarakat dari lembaga keuangan, bank, dari orang kaya tersedot semua ke SUN. Itu yang menjelaskan kenapa bulan September dan Oktober bulan lalu pertambahan kredit itu negatif 1% dan itu belum pernah terjadi sejak 98,” beber dia.
“Bahasa sederhananya uang yang beredar tersedot, kok ngarep ekonomi pulih. Justru karena uang tersedot negatif, rakyat itu tidak punya uang, bisnis tidak punya uang. Hal itu yang menghancurkan daya beli karena tersedot untuk pembayaran utang yang kebanyakan. Itu namanya ‘crowding out’ dan itulah yang terjadi,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi