KedaiPena.Com – Anggota ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ninik Rahayu, mengakui jika pihaknya selama ini banyak mendapat keluhan masyarakat.
Karena itu ORI melakukan investigasi dan ternyata memang terjadi banyak penyalahgunaan dalam hal prosedural, wewenang, mutasi, jenjang jabatan, perilaku hakim ada yang menjadi calo, dan sebagainya.Â
“Tugas hakim di luar pengadilan itu banyak irisan-irisan yang bersinggungan dengan masyarakat. Untuk itu hakim harus mempunyai kepemimpinan politik yang baik, agar mampu mengatasi keluhan masyarakat. Kalau tidak, maka akan mendistorsi hakim sebagai penegak hukum dan bukannya sebagai pelayan keadilan,†jelas Ninik di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/11).
Yang perlu ditegaskan lagi kata Ninik, soal pengawasan hakim MA seharusnya bukan oleh MA sendiri.
“Itu sama dengan jeruk minum jeruk. Seharusnya pengawasan itu oleh lembaga independen. Seperti Komisi Yudisial (KY), yang kewenangannya memang perlu diperkuat,†pungkasnya.Â
Selain itu, pengajar hukum pidana Usakti Asep Iwan Iriawan menilai apa yang ada di RUU JH ini sebagian sudah diatur dalam UU MA.
“Kalau sama, sebaiknya bukan RUU JH, tapi revisi UU MA dan badan-badan peradilan di bawahnya. Soal usia pensiun misalnya, kalau 65 tahun itu dipastikan tidak ada masalah. Tapi, kalau sudah 70 tahun, maka sudah mulai banyak masalah. Misalnya, salah mengetik, salah mengambil keputusan, dan lain-lain,†katanya.Â
Karena itu dia mengusulkan agar MA berani melakukan terobosan misalnya merekrut calon hakim putra terbaik bangsa ini dari perguruan tinggi terpercaya di Indonesia. Seperti sarjana hukum dari UI, Unair, UGM, USU, Undip dan lain-lain. Mereka harus dimotivasi bukan menjadi orang kaya, melainkan untuk mengabdi kepada negara dan dijamin oleh negara.
“Jadi, hakim itu memang tidak bisa kaya,†ujarnya.   ‎
Laporan: Muhammad Hafidh
 ‎