KedaiPena.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah, untuk mendorong maskapai dalam negeri menurunkan harga tiket pesawat. Sehingga banyak membantu perkembangan pariwisata dalam negeri.
“Pemerintah melakukannya dengan cara mengurangi ongkos-ongkos yang berkaitan dengan biaya pajak bandara dan biaya avtur. Yang sampai hari ini kan masih berlaku, pemotongan biaya kebandaraan dan avtur,” kata Bambang Haryo saat dihubungi, Rabu (22/1/2025).
Tapi, ia meminta pemerintah juga melakukan kajian mendalam terhadap kondisi maskapai dan melihat kemampuan tiap maskapai dalam menjaga standarisasi keselamatan dan standar layanan kenyamanan minimum penerbangan.
Kajian ini juga harus dilakukan untuk melihat kontinuitas dari layanan dari setiap maskapai yang ada di dalam industri transportasi udara.
“Karena saya melihat, ada maskapai yang baru lalu menghentikan rute penerbangan Surabaya-Jakarta. Airline ini dulu diandalkan oleh menteri lama, di akhir masa jabatannya. Ini kan gagal total,” ungkapnya.
Bambang Haryo menyebut kajian mendalam perlu dilakukan oleh Kementerian Perhubungan untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab kegagalan maskapai tersebut.
“Jadi bisa diketahui iklim usaha industri penerbangan saat ini. Yang kita harapkan, tentunya para pelaku usaha maskapai dalam negeri ini bisa berkiprah. Karena kita tidak ingin, maskapai asing yang menguasai rute penerbangan kita. Karena kalau sampai asing yang menguasai bisa saja negara kita dibuat lumpuh dengan mengendalikan transportasi udaranya, padahal negara kita adalah negara kepulauan yang sangat membutuhkan transportasi udara maupun transportasi laut,” ungkapnya lagi.
Asas cabotage adalah kebijakan yang mengatur pengangkutan barang atau penumpang di dalam negeri oleh operator transportasi dari negara lain. Asas ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing.
“Ini berkaitan dengan kedaulatan negara kita. Jangan sampai asing yang menguasai. Karena kalau sampai dikuasai mereka, bisa saja negara kita dibuat lumpuh,” kata Bambang Haryo.
Ia pun menekankan pentingnya kajian ini juga untuk membuka peluang para pelaku usaha di industri penerbangan dapat bertahan di industri ini, bahkan lebih baik lagi jika bisa berkembang menjadi lebih besar.
“Kondisi yang sama juga dihadapi pada ekosistem moda transportasi laut. Seperti, faktor biaya yang menyebabkan moda angkutan laut terpaksa menaikkan tarifnya. Misal PNBP, komponen biaya kebandaraan atau kepelabuhanan, biaya akibat infrastruktur yang kurang memadai, bahan bakar BBM yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Sehingga sudah seharusnya Pemerintah juga mengusahakan penurunan biaya biaya seperti yang dilakukan di moda udara. Apalagi transportasi laut banyak digunakan oleh Masyarakat Bawah,” ujarnya.
Jika memang pemerintah mau menurunkan biaya ekonomi itu, baik di moda udara maupun laut, maka pemerintah harus memberikan subsidi bersamaan dengan pembenahan infrastruktur, serta fasilitas pelabuhan atau kebandaraan yang memadai.
“Termasuk juga memastikan bahwa pemerintah mulai membangun bandara low service, sehingga pesawat-pesawat low cost itu bisa mendapatkan tarif bandara yang lebih murah. Kalau saat ini mereka mendarat di bandara bukan low cost, maka komponen biaya yang dikenakannya tidak low cost,” ujarnya lagi.
Bambang Haryo menyatakan saat ini pemerintah sedang merencanakan untuk membangun skema bandara low cost di terminal 1 Bandara Soekarno Hatta. Ini harusnya diikuti oleh bandara bandara utama yang ada di seluruh kota besar yang ada di Indonesia. Sayangnya, penerapan komponen biayanya untuk kebandaraan masih menerapkan tarif ekonomi full-service dimana seharusnya tarifnya lowcost.
“Ini harus dibenahi, karena industri maskapai kita itu 70 persennya low cost. Saya mendorong pemerintah untuk duduk bersama dengan pelaku usaha serta melibatkan perwakilan pengguna jasa untuk membahas hal ini. Kemenhub harus melibatkan litbang-nya dalam melakukan kajian. Sehingga, akan bisa disusun kebijakan jangka panjang, yang tak hanya bisa memberikan harga yang kompetitif tapi juga tetap menjaga keberlangsungan dunia usaha sektor penerbangan,” tegasnya.
Terakhir, ia menyarankan, agar Pemerintah juga perlu mengatur harga di peak season agar tidak lebih murah dibandingkan waktu reguler. Maksudnya adalah penurunan tarif dilakukan yang terbesar di jangka waktu 1 bulan sebelum hari H peak season (Lebaran dan NATARU) , dan setiap minggu secara bertahap menaikkan tarif sedikit demi sedikit sampai di hari h-nya adalah yang tertinggi. Sehingga bisa melakukan penyebaran masyarakat dalam menggunakan transportasi publik, khususnya penerbangan.
“Sehingga Masyarakat tidak akan menemui kesulitan mendapatkan transportasi saat di peak season. Karena bila terjadi ketidakseimbangan supply and demand, maka Masyarakat akan kesulitan mendapatkan tiket dan akan bermunculan calo-calo yang tidak berseragam maupun yang berseragam. Akhirnya masyarakat dirugikan. Demikian juga airline-nya,” pungkas BHS.
Laporan: Ranny Supusepa