KedaiPena.com – Menanggapi pernyataan, Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakat (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra soal upaya untuk mengubah penegakan hukum kasus korupsi dari retributif ke restoratif, Anggota Komisi III DPR RI, Fraksi PKS, M Nasir Djamil menyatakan sebaiknya Menko Yusril perlu lebih hati-hati bicara soal pendekatan restoratif tersebut terhadap pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor). Sebab, hal itu menyangkut dengan sensitivitas publik.
“Karena kita tahu indeks persepsi korupsi kita turun. Kemudian korupsi juga masih menjadi musuh bangsa karena masuk dalam kategori extra ordinary crime karena melibatkan kejahatan kerah putih. Korupsi politik, korupsi yudisial,” kata Nasir dalam keterangannya, ditulis Minggu (22/12/2024).
Ia menyatakan, daripada menimbulkan kegaduhan, lebih baik wacana tersebut dihentikan. Sebaliknya, sebelum melangkah ke sana, Nasir menilai banyak hal yang harus diperbaiki, khususnya terkait moralitas pejabat terkait.
“Sebaiknya memang jangan mengumbar hal-hal yang kontraproduktif dalam hal upaya Pak Presiden terkait Tipikor itu. Karena di banyak negara korupsi itu bahkan dihukum mati. China, misalnya. Kita sayang dengan Pak Prabowo. Dengan wacana itu, seolah-olah Pak Prabowo itu dinilai memandang memandang remeh kejahatan tindak pidana korupsi. Padahal, beliau sangat strict terkait kasus korupsi,” tandasnya tegas.
Sebelumnya diberitakan, Menko Kumham Imipas, Yusril pada acara diskusi bertemakan Agenda Pemberantasan Korupsi Kabinet Merah Putih yang digelar secara virtual oleh Forum Insan Cita, pada Minggu (15/12/2024), mengatakan, Indonesia masih memakai pendekatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) era kolonial Belanda dalam paradigma pemberantasan korupsi.
Padahal, lanjut dia, KUHP telah diperbarui dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 yang membuka ruang rehabilitasi dalam penegakan hukum pidana. Hanya saja, ruang tersebut belum diakomodir dalam berbagai aturan pemberantasan korupsi.
Untuk itu, pemerintah akan mengubahnya dengan tak hanya menekankan pemenjaraan yang sifatnya balas dendam seperti di KUHP warisan kolonial Belanda, tapi lebih menekankan keadilan kolektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Laporan: Ranny Supusepa