KedaiPena.Com- Beredar isu bahwa Pilpres 2024 akan diundur ke 2027. Hal ini pun membuat Anggota Komisi I DPD RI Abdul Rachman Thaha (ART) angkat bicara dan secara tegas menolak isu tersebut.
Ia pun memprediksi, sebagai antisipasi, kemungkinan penolakan dari partai-partai politik, terutama dari kubu oposisi, rencana tersebut pasti disertai dengan pengunduran jadwal Pileg DPD dan DPR ke 2027.
“Sungguh imbal balik politik yang rendahan,” kata dia dalam keterangan tertulis, (17/8/2021).
Ia memandang, tawaran pengunduran Pileg tersebut jelas sangat menggiurkan. Menggiurkan bagi mereka yang sampai hati bermain-bermain dengan konstitusi demi memuaskan berahi kekuasaan.
“Kalangan yang setuju dengan ide memanjang-manjangkan masa kekuasaan, tak terkecuali dengan mengundurkan jadwal Pilpres dan Pileg serta memperpanjang masa jabatan presiden, sangat mungkin akan mengklaim situasi pembangunan dan kenegaraan saat ini sudah berada di titik ideal sehingga harus dipertahankan lebih lama lagi,” papar dia.
Namun demikian, kata dia, dengan asumsi negara berada dalam situasi paling positif sekali pun, status quo tetap merupakan jebakan zona nyaman.
Ia menilai, pihak-pihak yang pro memanjang kekuasaan secara sistematis membangun skeptisisme bahkan pesimisme massal Indonesia yang mampu menemukan pemimpin dan wakil rakyat yang lebih mumpuni.
Walau tak diucapkan gamblang, lanjut dia, namun nyaring terdengar deru napas kalangan yang ingin membangkitkan spirit pemuas-muasan diri sendiri dan pengultusan pribadi.
“Jelas, itikad tidak baik itu harus dicegat secepat mungkin. Jangan dibiarkan beranak-pinak. Masyarakat harus diberi tahu akan adanya saling bujuk di kalangan elit politik untuk mengayun-ayunkan kepercayaan rakyat,” tutur dia.
Ia menerangakn, dulu monstituante oleh Presiden dibubarkan karena, sebagaimana kajian banyak ilmuwan, dinilai dapat membahayakan kehidupan kebangsaan.
Kini, tegas dia, patut awas bahwa pilar-pilar politica justru berangkulan sebagai persekutuan yang seia-sekata ingin memundurkan roda sejarah.
“Ini oligarki yang berbahaya! Mahasiswa, akademisi, lembaga swadaya, dan segenap elemen masyarakat perlu diperingatkan akan kehendak regresif dari oligarki politik itu,” papar dia.
Ia pun menegaskan, hal ini pun bukam kekhawatiran kosong. Sekian banyak kalangan menyebut politik yang berlaku di Indonesia sebagai politik berbiaya tinggi.
“Sekian banyak kalangan menyebut politik kita sebagai politik berbiaya tinggi. Kali ini pun, guna menggolkan wacana pengunduran jadwal Pilpres dan Pileg pun, tidak tertutup kemungkinan oligarki akan akan memperagakan plutokrasi. Begitu pula dalam isu perpanjangan masa jabatan presiden. Yakni, memanfaatkan kesempitan hidup masyarakat dengan mengucurkan nominal sebesar-besarnya agar mereka terhasut mendukung pengunduran jadwal pesta demokrasi serentak dan perpanjangan periode jabatan presiden,” papar dia.
Ia pun mengakui, jika nanti direalisasikan pengunduran jadwal Pileg dan Pilres memang menguntungkkan dirinya sebagai Anggota DPD RI.
Namun, tegas dia, tanpa keraguan, menentang pengunduran jadwal Pilpres dan Pileg dari 2024 ke 2027. Hal kni kelengkapan sikap sebelumnya yakni menolak perpanjangan masa jabatan presiden ke tiga periode dan seterusnya.
“Kesempatan bagi rakyat untuk memilih dan dipilih harus diselenggarakan tetap pada waktu yang seharusnya, yaitu 2024. Itu bukan semata-mata hajatan besar yang diadakan secara rutin. Pada tataran fundamental, Pileg dan Pilpres adalah kesempatan bagi rakyat untuk menentukan arah baru Indonesia, arah baru bagi kehidupan rakyat itu sendiri,” papar dia.
Ia menegaskan, jika hal ini termasuk kesempatan meluruskan arah perpolitikan negara yang kian hari kian senjang dari ekspektasi masyarakat luas.
“Masyarakat yang berkepercayaan diri tinggi dalam interaksi antarbangsa namun rendah hati di hadapan Tuhan, yang mendambakan Indonesia membangun tanpa utang, menegakkan hukum tanpa tebang pilih, dan dipimpin oleh elit yang berfokus pada kerja nyata — bukan pada citra,” tandas dia.
Laporan: Sulistyawan