KedaiPena.com – Pemerintah diimbau untuk mempertimbangkan matang-matang kebijakan untuk menaikkan bea impor hingga 200 persen. Karena kebijakan itu memiliki dampak yang cukup besar bagi masyarakat, pelaku usaha, dan Perekonomian Nasional.
Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan rencana pemerintah untuk menaikkan bea masuk hingga 200 persen terutama barang dari China, harus lah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan mempertimbangkan semua sektor.
“Ada hal yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah sebelum menaikkan bea masuk impor. Yaitu, dampaknya pada masyarakat konsumen, industri dan perdagangan dalam negeri,” kata BHS, Rabu (10/7/2024).
Ia menyampaikan jika barang jadi dari luar negeri, khususnya dari negara China atau negara lain dinaikkan bea masuknya, maka tidak menutup kemungkinan negara tersebut akan mencari cara untuk menaikkan pendapatan negaranya dari ekspor barang mereka ke negara kita terutama untuk bahan baku sektor industri kita di dalam negeri.
Sebagai contoh, di Industri tekstil saat ini di Indonesia banyak mengambil bahan baku produksi dari China. Dimana industri tekstil Indonesia mengimpor bahan baku sekitar 80 persen dari China yang menjadi ongkos biaya produksi industri tekstil di Indonesia. Dimana beban biaya bahan baku mengambil porsi sekitar 70 persen dari total biaya produksi di industri tekstil. Sedangkan di negara tetangga seperti Malaysia, ketergantungan bahan baku impor di industri tekstilnya hanya sekitar 60 persen, dan di Vietnam hanya sekitar 50 persen.
“Apabila Pemerintah China membalas menaikkan harga komponen bahan baku, maka ini akan menjadi beban harga produk tekstil di Indonesia yang akan semakin meningkat. Sehingga masyarakat sulit menjangkau daya beli untuk produksi industri di dalam negeri maka produk Industri dalam negeri akan hancur karena masyarakat Indonesia tidak mampu membelinya,” paparnya.
Sementara, lanjutnya, harga tekstil impor dari China yang dinaikkan hingga 200 persen juga akan membebani daya beli masyarakat yang ada di dalam negeri.
“Dan akhirnya perdagangan total hasil dari industri dalam negeri kita tidak terjangkau oleh masyarakat, serta hasil industri dari China pun tidak terjangkau oleh masyarakat dan akhirnya membawa dampak kehancuran perdagangan tekstil di dalam negeri. Ini tentu bisa mengakibatkan kehancuran industri dan perdagangan yang ada di dalam negeri ini, Sehingga mengakibatkan pengangguran yang demikian besar dan tentu membawa dampak kemiskinan serta keterpurukan ekonomi masional kita,” paparnya lagi.
Sehingga, ia meminta pemerintah untuk lebih memikirkan dampak dari penetapan kenaikan bea impor ini secara lebih luas.
“Sudah seharusnya Pemerintah mengambil kebijakan alternatif dengan menurunkan ongkos biaya produksi industri dalam negeri kita terutama sektor industri untuk kebutuhan pokok seperti tekstil, alat pertanian, pupuk, dan lain lain dengan menurunkan biaya energi terutama listrik. Seperti halnya Malaysia, yang dimana harga listriknya 60 persen lebih murah daripada Indonesia. Demikian juga beberapa negara tetangga di ASEAN lainnya, juga energi gas yang dimana saat ini gas di Indonesia dijual ke industri dengan harga 8 – 12 Dollar Amerika per MMBTU. Sedangkan negara negara seperti China, Malaysia, menjual harga gas nya di industrinya sekitar 3 Dollar Amerika kebawah. Padahal Indonesia adalah penghasil gas alam terbesar di Asia Tenggara, bahkan nantinya mungkin di Asia ataupun dunia,” kata BHS.
Dan sudah seharusnya Pemerintah bisa mendukung untuk memberikan insentif perpajakan yang saat ini sangat besar. Demikian juga dari bunga perbankan, serta biaya biaya pungutan yang muncul akibat ekonomi biaya tinggi.
“Biaya transportasi logistik harusnya juga bisa diturunkan. Karena bila BBM Transportasi Logistik murah dan juga BBM Industri, yang saat ini besarannya cukup membebani biaya usaha industri dalam negeri, seharusnya juga di turunkan. Sehingga harga produk industri dalam negeri kita bisa bersaing dengan produk luar negeri. Dan pemerintah harus secara terus menerus mendorong masyarakat untuk mau membeli atau menggunakan produk dalam negeri. Walaupun harganya agak lebih mahal sedikit ya dibandingkan dengan harga Impor,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa