KedaiPena.com – Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai sudah tepat. Analis Manajemen Kebijakan Pangan, Sonya Mamoriska Mulia Harahap menyatakan cerita sukses Brasil dapat menjadi referensi bagi Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi nasional.
Ia menyatakan Brasil menganut kebijakan ketahanan pangan dan gizi yang terpadu (closed-loop) dengan kebijakan lainnya. Kebijakannya diimplementasikan melalui program terpadu yang dikelola dengan melibatkan sektor publik (Kementerian/Badan), sektor swasta (perusahaan di bidang pertanian, agribisnis), serta sektor ketiga (LSM, serikat pekerja, konfederasi pedesaan, federasi pengusaha) yang memberikan efek berganda di berbagai sektor (multiplier effect).
“Rencana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto di hadapan para pemimpin negara pada KTT G20 di Brasil pada 18 November 2024 lalu merupakan langkah nyata agar program prioritas pemerintahannya ini segera bergulir mulai semester depan,” kata Sonya dalam salah satu acara, dikutip Rabu (4/12/2024).
Selanjutnya program MBG ini pun langsung mendapatkan dukungan dari negara lain untuk pelaksanaannya, seperti Brasil, China, Amerika Serikat, dan Prancis. Namun demikian, menurut Sonya, program MBG ini sejatinya bukan program baru karena sudah banyak negara yang telah sukses mengimplementasikannya.
“Saat ini sudah ada 98 negara yang tergabung dalam koalisi negara pemberi MBG (School Meals Coalition) yang diketuai Brasil dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan skala program MBG guna memastikan bahwa setiap anak dapat menerima makanan sehat dan bergizi di sekolah hingga tahun 2030 mendatang,” ujar akademisi Universitas BINUS (Bina Nusantara) Jakarta ini.
Oleh karena itu, lanjutnya, niat Presiden Prabowo sudah tepat dengan segera mengirim tim khusus yang akan mempelajari program MBG di sekolah Brasil. Bak gayung bersambut, Brasil pun siap membantu dan berbagi pengalamannya kepada Indonesia.
“Semoga program ini segera terwujud sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kelaparan dan kemiskinan,” ungkap Sonya yang melakukan kegiatan studi banding pelaksanaan bantuan pangan ke Brasil pada petengahanJuli 2024 lalu, saat menjadi Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG.
Sonya menyatakan niat Presiden Prabowo untuk segera menjalankan program MBG juga merupakan situasi yang mendesak, mengingat kondisi potret anak Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Padahal selain tumpuan harapan dari setiap keluarganya, mereka juga merupakan aset bangsa yang sangat penting dan berharga. Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan tingkat pendidikan, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak-anak yang akan menjadi generasi penerus satu bangsa.
Namun, ia menyebutkan kondisi masa depan anak-anak Indonesia sangat mengkhawatirkan. Jumlah anak usia dini hingga 18 tahun di Indonesia ada sekitar 90 juta orang, atau sekitar 30 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pada 2045, anak-anak tersebut akan berada pada usia 28-45 tahun yang merupakan periode emas usia produktif. Apalagi mereka generasi penerus yang akan mengelola dan memimpin negeri tercinta ini.
“Oleh karena itu, sangat beralasan jika sejak dini anak harus mendapat perhatian secara serius dan sungguh-sungguh. Jika tidak, Indonesia Emas 2045 yang ditetapkan melalui Undang-Undang No.59 Tahun 2024 akan sulit untuk menjadi kenyataan,” ujar doktor manajemen strategis lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI).
Selanjutnya menurut Sonya, dengan urgensi yang jelas untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi, maka penerapan program MBG di sekolah di Indonesia dipandang penting dan mendesak untuk mengatasi persoalan tingkat perkembangan dan pendidikan anak-anak Indonesia. Selain itu, implementasi program ini dapat membawa manfaat signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan berkontribusi pada kesehatan masyarakat, keamanan pangan dan pembangunan sosial-ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Kendati demikian, kata dia, tantangan yang akan dihadapi tentunya beragam, termasuk penetapan jumlah makanan yang disajikan, kontrol atas biaya per makanan, kualitas nutrisi yang terpenuhi sesuai dengan angka kecukupan gizi. Termasuk kontrol pelaksanaan program atas kepuasan pengguna dan signifikansi peningkatan dampak ekonomi dan peningkatan kualitas kesehatan.
Dikemukakan, patut digarisbawahi agar pelaksanaan program dapat berkesinambungan, pemerintah perlu mengatur berbagai aspek dengan strategi yang menyeluruh. Antara lain pendanaan dan keberlanjutan finansial, infrastruktur dan logistik yang terhubung dan terintegrasi, SDM, regulasi dan kebijakan yang adaptif dan tidak birokratis, keterlibatan dan kepuasan komunitas, manajemen risiko, evaluasi dan monitoring, teknologi dan kemitraan strategis.
“Produksi pangan lokal, penyediaan makan di sekolah dan pendidikan gizi merupakan kebijakan terpadu untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan yang sehat dan bergizi guna menjamin ketahanan pangan dan gizi nasional. Kepemimpinan pemerintah, legislasi yang kuat, partisipasi masyarakat sipil dan pengambilan keputusan lintas sektoral yang saling terpadu merupakan faktor-faktor yang menentukan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa